GEOPOLITIK INDONESIA
Pengertian geopolitik : Kata geopolitik berasal dari kata geo dan politik.
“Geo” berarti bumi dan “Politik” berasal dari bahasa Yunani politeia, berarti
kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri (negara) dan teia yang berarti
urusan. Sementara dalam bahasa Inggris,politics adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara,
danalat yang digunakan untuk mencapai cita-cita atau tujuan tertentu. Dalam
bahasa Indonesia, politik dalam artipolitics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu
bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara,
dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki.
Secara umum geopolitik adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri,
lingkungan, yang berwujud Negara kepulauan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pentingnya geopolitik bagi Indonesia adalah untuk dapat mempertahankan Negara
dan berperan penting dalam pembinaan kerjasama dan penyelesaian konflik
antarnegara yang mungkin muncul dalam proses pencapaian tujuan.
Geopolitik dan geostrategi merupakan permasalahan
yang sangat penting pada dua abad terakhir ini. Permasalahan ini menjadi
penting karena manusia yang telah berbangsa membutuhkan wilayah sebagai tempat
tinggalnya yang kemudian di kenal dengan Negara. Dalam perkembangannya
pengertian Negara tidak saja di arikan sebagai wilayah, tetapi di artikan lebih
luas, yaitu sebagai intitusi. Prasarat Negara sebagai initusi menurut Prof. DR. Sri Soemantri (Dikti, 2001
: 36) secara minimal meliputi unsur
wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berkuasa. Unsur rakyat suatu Negara di
samping warga Negara juga meliputi bukan warga Negara. Agar Negara mencapai
tujuan nasioal aman dan sejahtera (Pembukaan UUD’45 Alinea IV) perlu pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan yang dimaksud agar warga Negara Indonesia tahu
tentang hak dan kewajiban, serta mampu berdiri dan tetap menjaga jati dirinya
di tengah arus globalisasi.
Bertitik tolak dari amanat UU No. 20/2003 tentang
sis diknas,khususnya penjelasan pasal 37,tujuan pendidikan kewarganegaraan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air. Secara terperinci
visi dan misi bahan ajar adalah agar peserta didik mampu :
1. Menjalaskan landasan histories
perkembangan pengetahuan tentang geopolitik yang kini menjadi salah satu unsur
dalam konsep perencanaan pembangunan bangsa dan Negara.agar tecapai tujuan
banga,
2. Menjelaskan konsepsi cara pandang wawasan
nasional bangsa Indonesia yang didasari filsafat pancasilayang pada hakekatnya
merupakan konsepsi geopolitik Indonesia,
3. Menguasai dan memahamiberbagai masalah
dasar kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia dengan menerapkan
pandangan babngsa Indonesia tentang diri meliputi: sejarah,filsafat,kebhekaan
etnik, budaya,agama,dan lingkungan geografiyang berbentuk Negara kepulauan yang
berada diposisi silang antara dua benua dan dua lautan: serta
4. Mengaplasikan cara pandang bangsa
Indonesia dalam pembinaan dan pengendalian hidup bangsa di NKRI.
A.
Latar
Belakang Geopolitik
Orang dan tempat tidak
dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah
kakinya. Demikian, kata Ir. Sukarno
pada 1 juni 1945 dihadapan siding BPUPKI (Setneg RI, tt: 66). Oleh karena itu,
setelah membangsa orang menyatakan tempat tinggal sebagai Negara. Dalam
perkembangan selanjutnya pengertian Negara tidak hanya tempat tinggal, tetapi
diartikan lebih luas lagi yang meliputi institusi, yaitu pemerintah, rakyat,
kedaulatan, dan lain - lain.
Karena orang dengan tempat
tinggalnya dapat di pisahkan,perebutan ruang yang menjadi hal yang menimbulkan
konflik antar manusia _induvidu, keluarga, masyarakat dan bangsa_ hingga kini,
meskipun bentuknya dapat secara fisik ataupn nonfisik. Untuk dapat
mempertahankan ruang hidupnya, suatu bangsa harus mempunyai kesatuan cara
pandang yang dikenal sebagai wawasan nasional. Para ilmuwan politik dan militer
menyebutnya sebagai geopolitik yang merupakan kepanjangan dari geografi
politik.
Konsep wawasan nasional
setiap bangsa berbeda. Hal ini berkaitan dengan profil diri bangsa sejarah,
pandangan hidup, ideology, budaya dan sudah barang tentu ruang hidupnya, yaitu
geografi. Kedua unsure pokok profil bangsa dan geografi inilah yang harus
diperhatikan dalam membuat konsep geopolitik bangsa dan Negara. Geopolitik
Indonesia dinamakan wawasan nusantara, dengan alasan sebagai berikut :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Negara kepulauan (Setneg RI, tt: 66)
2. Indonesia berada di antara dua benua (Asia
dan Australia) dan dua lautan (Lautan India dan Lautan pasifik) sehinnga
tepatlah jika di namakan nusa diantara laut/air yang selanjutnya dinamakan
Nusantara.
3. Keunikan lainnya adalah bahwa wilayah
Nusantara berada di Garis Khatulistiwa dan diliwati oleh Geostationery Satellite Orbit ( GSO ).
Konsep wawasan bangsa tentang wilayah mulai
dikembangkan sebagai ilmu pada akhir
abad XIX dan awal abad XX dan dikenal sebagai geopolitik, yang pada
mulanya membahas geografi dari segi politik negara (state). Selanjutnya, berkembang konsep politik _dalam arti
distribusi kuatan_ pada hamparan geografi negara sehingga tidaklah berlebihan
bahwa geopolitik sebagai ilmu “baru” dicuragai sebagai pembenaran pada kosepsi
ruang (Sunardi ,2004:157). Oleh karena itu, dalam membahas masalah wawasan
nasional bangsa, di samping membahas sejarah terjadinya konsep wawasan
nasional, akan dibahas pula teori geopolitik dan implementasinya pada negara
Indonesia.
1.
Geomorfologi
Negara
Sebelum
membahas masalah geopolitik suatu negara, perlu didalami ciri khusus negara
berdasarkan bentuk geomorfologinya (ciri fisik dan nonfisik). Setelah abad XIX,
perkembangan geopolitik dipengaruhi oleh orentasi manusia pada konstelasi
wilayah. Pada masa lalu _sebelum abad XIX, pengertian negara identik dengan
tanah sehingga banyak bangsa menamakan negaranya dengan unsur tanah, misalnya England, Holland, Poland, Rusland, atau Thailand.
Negara
berdasarkan bentuk geografinya dapat dibedakan dalam dua yaitu, pertama
dikelilingi daratan (land lock country);
dan yang kedua berbatasan dengan laut, yang kemudian dapat dibedakan menjadi:
a. negara
pulau (oceanic archipelago)
b. negara
pantai (coastal archipelago)
c. negara
kepulauan (archipelago).
Adapun
pengertian Asas Kepulauan berdasarkan UNCLOS 1982 adalah Kepulauan sebagai suatu kesatuan utuh wilayah yang batas-batasannya
ditentukan oleh laut, dalam lingkungan terdapat pulau-pulau dan gugusan
pulau-pulau. Selain itu, kepulauan dapat diartikan: gugusan pulau-palau ddengan perairan diantaranya dan angkasa di
atasnya sebagai kesatuan utuh, dengan unsur air senagai penghubung.
2.
Perkembangan
Teori Geopolitik
Istilah
geopolitik semula sebagai ilmu politik, kemudian berkembang menjadi pengetahuan
tentang sesuatu yang berhubungan dengan konstelasi ciri _khas negara yang
berupa bentuk, Luas, letak, iklim, dan sumber daya alam_ sutau negara untuk
membangun dan membina negara. Para penyelenggara pemerintah nasional hendaknya
menyusun pembinaan politik nasional berdasarkan kondisi dan situasi
geomorfologi secara ilmiah berdasarkan cita-cita bangsa. Adapun geostrategi
diartikan sebagai pelaksanaan geopolitik dalam negara (Poernomo: 1972).
Kemudian, teori geopolitik berkembang
menjadi konsepsi wawasan nasional bangsa. Oleh karena itu, wawasan nasional bangsa selalu mengacu pada geopolitik.
Dengan wawasan nasional suatu negara, dapat dipelajari kemana arah arah
perkembangan sautu negara.
3.
Beberapa
Pandangan para pemikir geopolitik
Sebelum membahas
wawasan nasional, terlebih dahulu perlu pembahasan tentang beberapa pendapat
dari para penulis geopolitik. Semula geopolitik adalah ilmu bumi politik yang
membahas masalah politik dalam suatu negara, lalu berkembang menjadi ajaran
yang melegitimasi Hukum Ekspansi suatu negara. Hal ini tidak terlepas sumbangsih pemikiran dari pada penulis, diantaraya:
a.
Teori Geopolitik Kontinental
Friedrich Ratzel (1844-1904).
Teori yang
dikemukakannya adalah teori ruang
yang dalam konsepsinya dipengaruhi oleh ahli biologi Charles Darwin. Ia menyamakan negara sebagai makhluk hidup yang
makin sempurna serta membutuhkan ruang hidup yang makin meluas karena
kebutuhan. Dalam teorinya, bahwa bangsa yang berbudaya tinggi akan membutuhkan
sumber daya yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah bangsa yang “primitif”.
Pendapat ini dipertegas Rudolf Kjellen
(1864-1922) dengan teori kekuatan, yang pada pokoknya menyatakan bahwa negara
adalah satuan politik yang menyeluruh serta sebagai satuan biologis yang
memiliki intelektual. Dengan kekuatannya, ia mampu mengeksploitasi negara
“primitif” agar negaranya dapat swasembada. Beberapa pemikir sering menyebutnya
sebagai Darwinisme social.
Karl Haushofer (1869-1946).
Haushofer yang pernah menjadi atase
militer di Jepang meramalkan bahwa Jepang akan menjadi negara yang jaya di
dunia. Untuk menjadi jaya, suatu bangsa harus mampu menguasai benua-benua di
dunia. Ia berpendapat bahwa pada hakekatnya dunia dapat dibagi atas empat
kawasan benua (Pan Region) dan
dipimpin oleh negara unggul. Teori Ruang dan Kekuatan merupakan hasil
penelitiannya serta dikenal pula sebagai
teori Pan Regional, yaitu:
1)
Lebensraum
(ruang hidup) yang “cukup”;
2)
Autarki (swasembada); serta
3)
Dunia
dibagi empat Pan Region, tiap region
dipimpin satu bangsa (nation) yang
unggul, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, Pan Rusia India, serta Pan Eropa
Afrika. Dari pembagian daerah inilah, dapat diketahui percaturan politik
masalah lalu dan masa depan.
Pengaruh Haushofer
_menjelang Perang Dunia II_ sangat besar di Jerman ataupun di Jepang. Semboyan Macht und Erde di Jerman serta doktrin Fukoku Kyohei di Jepang melandasi
pembangunan kekuatan angkatan perang kedua negara tersebut menjelang Perang
Dunia II.
b.
Wawasan
Geopilitik
Selanjutnya
masih ada beberapa pandangan geopolitik lain, akan tetapi lebih cenderung
menunjukkan kepada suatu wawasan yaitu
1)
Wawasan
Benua
Sir Halford Mackinder (1861-1947)
Teori Daerah Jantung (dikenal pula
sebagai wawasan benua). Dalam teori ahli geografi ini, mungkin terkandung
maksud agar negara lain selalu berpaling pada pembentukan kekuatan darat.
Dengan demikian, tidak mengganggu pengembangan armada laut Inggris. Teorinya
dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.
Dunia
terdiri atas 9/12 air, 2/12 pulau dunia (Eropa, Asia, Afrika), serta sisanya
1/12 pulau lainnya.
b.
Daerah
terdiri atas Daerah Jantung (Heartland),
terletak di pulau dunia, yaitu Rusia, Siberia, sebagian Mongolia, Daerah Bulan
Sabit Dalam (inner cresent) meliputi
Eropa Barat, Eropa Selatan, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Timur, serta Bulan
Sabit Luar (outer cresent) meliputi
Afrika, Australia, Amerika / Benua Baru.
c.
Apabila
suatu negara ingin menguasai dunia, harus menguasai Dunia Jantung, untuk itu
diperlukan kekuatan darat yang memadai.
Teori
geopolitik Mackinder dapat
disimpulkan sebagai berikut
(Sunardi, 2004: 166): Who rules
East Europe commands the Heartland; who rules the Heartland commands the world;
Island, Who rules the world Island commands the World.
2)
Wawasan
Bahari
Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred T. Mahan (1840-1914)
Teori Kekuatan
Maritim yang direncanangkan oleh Raleigh, bertepatan dengan kebangkitan armada
Inggris dan belanda yang ditandai dengan kemajuan teknologi perkapalan dan
pelabuhan, serta semangat perdagangan yang tidak lagi mencari emas dan sutra di
Timur (Simbolon,1995 : 425).
Pada masa ini
pula, lahir pemikiran hukum laut internasional yang berlaku sampai tahun 1994
(setelah UNCLOS 1982 disetujui melalui SU PBB).
a. Sir W.Raleigh: Siapa yang kuasai laut
akan menguasai perdagangan dunia/kekayaan dan akhirnya menguasai dunia, karena
itu ia harus memiliki armada laut yang kuat. Sebagai tindak lanjut, maka
Inggris berusaha menguasai pantai-pantai benua, paling tidak menyewanya.
b. Alfred T.Mahan: Laut untuk kehidupan,
sumber daya alam banyak terdapat di laut, maka harus dibangun armada laut yang
kuat untuk menjaganya. Menurut Mahan,
di samping hal tersebut, juga perlu diperhatikan masalah akses ke laut dan
jumlah penduduk karena faktor ini juga akan memungkinkan kemampuan industri
untuk kemandirian suatu bangsa dan negara.
3)
Wawasan
Dirgantara
Giulio Douhet (1869-1930) William
Mitcel (1879-1936).
Awal abad XX merupakan kebangkitan ilm
pengetahuan pener_bangan. Kedua orang ini mencita-citakan berdinya Angkatan
Udara. Dalam teorinya, disebutkan bahwa kekuatan udara mampu beroperasi hingga
belakang lawan, serta kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara.
4)
Wawasan
Kombinasi
. Nicholas
J. Spijkman (1893-1943).
Teori Daerah Batas (Rimland theory). Teorinya
dipengaruhi oleh Mackinder dan Haushover, terutama dalam membagi
daerah. Karena ia adalah bangsa Belanda yang pada dasarnya bangsa mari_tim,
maka menurutnya penguasa daerah jantung harus ada akses ke laut hendaknya
menguasai pantai Eurasia. Dalam teorinya tersirat:
a. Dunia menurunya terbagi empat daerah,
yaitu daerah jantung (Hearland),
Bulan Babit Dalam(Rimland), Bulan
Sabit Luar, dan Dunia Baru(Benua amerika);
b. Menggunakan kombinasi kekuatan darat,
laut, udara untuk kuasai dunia;
c. Daerah Bulan Sabit Dalam (Rimland) akan lebih besar panga_ruhnya
dalam percaturan politik dunia dari pada daerah jantung; serta
d. Wilayah Amerika yang paling ideal dan
menjadi negara terkuat.
4. Bangsa Indonesia
Wawasan bangsa Indonesia tersirat melalui
UUD 1945 antara lain:
a. Ruang hidup bangsa terbatas diakui
internasional;
b. Setiap bangsa sama derajatnya,
berkewajiban menjaga per_damaian dunia; serta
c. Kekuatan bangsa untuk mempertahankan
eksistensi dan kemakmuran rakyat.
Dari pembahasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa teori geopolitik menjadi doktrin dasar bagi terbentuknya
Negara nasional yang kuat dan tangguh. Sebagai doktrin dasar, ada empat unsur
yang perlu diperhatikan, yaitu (Sunardi, 2004: hlm. 189 s.d. 177):
1. Konsepsi Ruang, yang merupakan aktualisasi
dari pemikiran Negara sebagai organisasi hidup. Ruang yang merupakan inti dari
konsepsi geopolitik merupakan wadah dinamika politik dan militer. Hal ini juga
dapat dirasakan pada era Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur_ ketika
kedua kutub saling mencari pengaruh di dunia ketiga (Negara Sedang Berkembang).
2. Konsepsi Frontier, yang merupakan
konsekuensi dari kebutuhan dan lingkungan. Frontier merupakan batas imajiner di
antara dua Negara yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu, batas resmi
(boundary) dapat bergeser karena berbagai pengaruh, terutama masalah social,
budaya, ataupun ekonomi. Pengaruh negara asing/tetangga _yang lebih maju_
apabila tidak ditangani secara serius, akan menimbulkan gejolak politik yang
melibatkan pemerintah.
3. Konsepsi Politik Kekuatan, yang ingin
menjelaskan tentang kehi_dupan bernegara. Politik kekuatan yang merupakan
faktor dinamika kehidupan bangsa karena dinamika organisme bangsa. Dunia yang
meyempit dan percepatan jalannya sejarah (Wright, 1941: hlm. 5 s.d. 7) sebagai
akibat revolusi teknik. Dengan
demikian dunia semakin terbuka dan cita-cita dunia tanpa batas (Ohmae, 1990:
214) merupakan ciri globalisasi. Fenomena ini harus dapat ditangkal oleh setiap
Negara, lebih-lebih bagi negara sedang berkembang.
4. Konsepsi Keamanan Negara dan Bangsa, yang
kemudian melahirkan konsepsi geostrategi. Geopolitik akhirnya bertujuan untuk
pengamanan negara, baik secara fisik maupun social (ekonomi, budaya, dan
kehidupan social lainnya). Untuk itu, perlu dipersiapkan daerah penyangga yang
dikenal sebagai daerah frontier yang berbatasan dengan Negara jira dan
dipersiapkan secara sistematis pembangunannya.
B.
GEOPOLITIK INDONESIA
Wawasan Nasional
Wawasan
berasal darai kata wawas yang berarti
meninjau, memandang, atau mengamati. Dengan demikian, wawasan dapat diartikan
konsepsi cara pandang (KBBI, 2002: 1271). Pada awal era revormasi, istilah ini
menjadi kurang popular sehingga para politisi pun enggan menggunakannya (tidak
lagi tersurat dalm GBHN 19999 sebagai wawasan bangsa).
Wawasan
nasional suatu bangsa terbentuk karena bangsa tersebut tinggal dalam suatu
wilayah yang diakui sebagai miliknya untuk kehidupannya. Oleh karena itu,
apabila suatu bangsa dibahas, akan terkait pula masalah sejarah diri dan
budaya, falsafah hidup, serta tempat tinggal dan lingkungan bangsa tersebut.
Dari ketiga aspek itu, tercetus aspirasi bangsa yang kemudian dituangkan dalam
perjanjian tertulis-konstitusi-ataupun tidak tertulis. Perjanjian ini tetap menjadi
catatan hidup-motivasi –yang semuanya dituangkan menjadi ajaran –doktrin -dasar
untuk membanngun negara yang berupa wawasan nasional.
Wawasan
nasioal bangsa Indonesia dinamakan wawasan nusantara yang merupakan
implementasi perjuangan pengakuan se-bagai negara kepulauan yang disesuaikan
dengan kemajuan zaman. Pada masa lalu negara kepulauan yang meliputi kumpulan
pulau-pulau_berdasarkan contour yang
dipisahkan oleh laut. Paham Nusantara menunjukkan dua arah pengaruh, yaitu :
1.
ke dalam: berlaku asas kepulauan yang menuntut
terpenuhnya unsur tanah dan air yang selaras dan serasi untuk merealisasikan
wujud tanah air;serta
2.
ke luar:
berlakunya asas posisi antara yang menuntut posisi kuat bagi Indonesia untuk
dapat berdiri tegak dari tarikan segala penjuru.
Wawasan Nusantara
Geopolitik Indonesia dinamakan wawasan nusantara, yang
secara umum didefinisikan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
tentang dirinya yang bhineka, serta lingkungan geografinya yang berwuud negara
kepulauan berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuannya adalah untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, dan turut
serta menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia. Kesemua itu dalam rangka
mencapai Tujuan Nasional. Oleh karena
itu, hakikat tujuan Wawasan Nusantara adalah kesatuan dan persatuan dalam
kebhinekaan, yang mengandung arti sebagai berikut :
1. Penjabaran tujuan nasional yang telah
diselaraskan dengan kondisi, posisi dan potensi geografi, serta kebhinekaan
budaya.
2. Pedoman dan pola tindak serta pola pikir
kebiaksanaan nasional.
3. Hakekat Wawasan Nusantara dasar persatuan
dan kesatuan dalam kebhinekaan.
Kedudukan Wawasan Nusantara
Dalam system kehidupan nasional Indonesia sebagai
paradigma kehidupan nasional Indonesia yang urutannya sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai falsafah, ideology
bangsa, dan dasar negara.
2.
UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
3.
Wawasan Nusantara sebagai geopolitik bangsa Indonesia.
4. Ketahanan Nasional sebagai geostrategi
bangsa dan Negara Indonesia.
5. Politik dan strategi nasional sebagai
kebijaksanaan dasar nasional dalam pebangunan nasional.
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional sebagai
doktrin dasar pengaturan kehidupan nasional. Sementara itu, politik dan
strategi nasional, sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam bentuk GBHN- masa
ORBA- yang dijabarkan lebih lanjut dalam kebijaksanaan strategi pada strata di
bawahnya.
Doktrin dasar adalah himpunan prinsip atau teori
yang diajarkan, dianjurkan dan diterima
sebagai kebenaran, untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan, serta
dalam usaha mencapai tujuan. Doktrin dasar adalah doktrin yang timbul dari
pemikiran yang bersifat falsafah.
Peranan Wawasan Nusantara
Dalam kehidupan kehidupan nasional, Wawasan
Nusantara dijelaskan peranannya untuk :
1. Mewujudkan serta memelihara persatuan dan
kesatuan, yang serasi dan selaras pada segenap aspek kehidupan nasional.
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab atau
pamanfaatan lingkungannya. Peranan ini berkaitan dengan adanya hubungan yang
erat dan saling terkait dan ketergantungan antara bangsa dan ruang hidupnya.
Oleh karena itu, pemanfaatan lingkungan harus bertanggung jawab. Jika tidak,
maka akan menimbulkan kerusakan lingkugan yang pada akhirnya akan merugikan
bangsa.
3. Menegakkan kekuasaan guna melindungi
kepentingan nasional. Kepentingan nasional menjadi dasar hubungan antara
bangsa. Apabila suatu bangsa kepentingan nasionalnya sejalan atau parallel
dengan kepentingan nasional bangsa lain, maka kedua bangsa itu akan mudah
terjalin hubungan persahabatan.
4. Merentang hubungan Internasional dalam
upaya ikut menegakkan perdamaian.
Wajah Wawasan Nusantara
Pengertian istilah wajah adalah roman muka. Wajah
manusia hanya satu, tetapi wajah itu memiliki beberapa roman muka dan tiap
roman muka berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi.
Dalam hubungan itu, dapat dikatakan bahwa
geopolitik Indonesia hanya satu, yaitu Wawasan Nusantara (Wasantara). Namun,
wajahnya lebih dari satu, yaitu ada 4 wajah yang meliputi :
1. Wajah Wasantara sebagai Wawasan Nasional
yang melandasi konsepsi Ketahanan Nasional.
2. Wajah Wasantara sebagai wawasan
pembangunan nasional.
3. Wajah Wasantara sebagai wawasan pertahanan
dan keamanan.
4. Wajah Wasantara sebagai wawasan
kewilayahan.
Wasantara Sebagai Landasan
Konsepsi Ketahanan Nasional
Wajah Wasantara dalam pengembangannya dipandang
sebagai konspsi politik ketatanegaraan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.
Sebagai suatu konsepsi politik yang di dasarkan pada pertimbangan konstelasi
geografis, wawasan nusantara dapat di katakan merupakan penerapan teori
geopolitik dari bangsa Indonesia.
Dengan demikian, wawasan nusantara selanjutnya
menjadi landasan penentuan kebijaksanaan politik Negara. Dalam perjuangan
mencapai tujuan nasional, akn banyak menghadapi tantangan, hambatan dan gangguan
baik yang datang dari luar negri maupun dari dalam negri sendiri. Untuk
menanggulanginya,dibutuhkan suatu kekuatan baik fisik maupun mental. Semakin
tinggi kekuatan itu makin tinggi pula kemampuannya. Kekuatan dan kemampuan yang
diistilahkan ketahanan nasional berdasarkan rangkaian pemikiran tersebut maka
ketahanan nasional diartikan sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan
dalam mencapai persatuan serta kesatuan nasional dalam rangka mencapai
kesejahteraan dan keamanan nasional. Bertolak dari pandangan ini maka ketahanan
nasional merupakan geostrategi nasional untuk mencapai sasaran yang telah
ditegaskan dalam wawasan nusantara dan perlu ditingkatkan dengan berpedoman
pada wawasan nusantara.
Wasantara sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Menurut UUD 1945 MPR wajib membuat GBHN. GBHN_masa ORBA_ menegaskan bahwa wawasan
dalam penyelenggaraan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang
bersumber pada pancasila dan UUD 1945. Wawasan Nusantara adalah cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungannya dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu, dengan mengutamakan
kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Hal ini mencakup :
1.
Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan
politik, yang berarti :
a.
bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan
kekayaannya merupakan kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan matra
seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bersama bangsa
b.
bahwa bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, serta
memeluk/menyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
harus merupakan suatu kesatuan bangsa yang bulat dalam artian seluas-luasnya.
c.
bahwa secara psikologis bangsa Indonesia harus merata satu,
senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad
dalam mencapai cita-cita bangsa.
d.
bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta
ideology bangsa dan negara yang melandasi, membimbing dan menyerahkan bangsa
menuju tujuannya.
e.
bahwa kehidupan politik diseluruh wilayah Nusantara
merupakan suatu kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan pancasila dan
UUD 1945.
f.
bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu
kesatuan system hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukun nasional yang
mengabdi kepentingan nasional;serta
g.
bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan
dengan bangsa lain ikut menciptakan ketertiban nasional yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negri
bebas dan aktif serta diabadikan pada kepen_tingan nasional
2. Pewujudan kepulauan Nusantara sebagai satu
kesatuan ekonomi, yang berati:
a. bahwa kekayaan wilayah Nusantara, baik
potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa dan bahwa
keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air;
b. tingkat perkembangan ekonomi harus serasi
dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan kehidupan ekonominya; serta
c. kehiduan perekonomian di setiap wilayah
Nusantara meru_pakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha
bersama mendasar atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
3. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai
satu kesatuan sosial dan budaya yang berarti:
a. bahwa masyarakat Indonesia adalah satu,
maka perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapat
tingkat kemajuan masyarakat yang sama merata dan seimbang, serta adanya
keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa; serta
b. bahwa budaya bangsa Indonesia pada
hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan
kekanyaan budaya bangsa. Kekayaan ini menjadi modal dan landasan pengembagan
budaya bangsa seluruhnya. Tentunya dengan tidak menolak nilai-nilai budaya lain
yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, serta hasil-hasilnya dapat
dinikmati oleh bangsa.
4. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai
kesatuan pertahanan dan keamanan, yang berarti:
a. bahwa ancaman terhadap satu pulau atau
satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan
Negara; serta
b. bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak
dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
Dari rangkaian uraian di atas, dapat
di simpulkan sebagai berikut.
1. Wawasan Nusantara merupakan penjabaran
tujuan nasional yang telah diselaraskan dengan kondisi, posisi dan potensi
geografi, serta kebhinnekaan bangsa dalam rangka mewujudkan persatuan dan
kesatuan.
2. Wawasan Nusantara merupakan pola tindak
dan pola pikir dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Wasantara sebagai Wawasan Pertahanan dan Keamanan
Negara.
Wawasan Nusantara adalah pandangan
geopolitik Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu
kesatuan yang me-liputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
Mengingat bentuk dan letak
geografis Indonesia yang merupakan suata wilayah lautan dengan pulau-pulau di
dalamnya dan mempunyai letak ekuator besarta segala sifat dan corak
khasnya,maka implementasi nyata dari Wawasan Nusantara yang menjadi
kepentingan-kepentingan pertahanan keamanan negara harus ditegakkan. Realisasi
penghayatan dan pengisian Wawasan Nusantara di satu pihak menjamin keutuhan
wilayah nasional dan melindungi sumber-sumber kekayaan alam beserta
penyelarasannya, sedangkan di lain pihak dapat menunjukkan kedaulatan negara
Republik Indonesia.
Untuk dapat memenuhi
tuntutan itu dalam perkembangan dunia, maka seluruh potensi pertahanan ke
amanan Negara haruslah sedini mungkin ditata dan di atur menjadi suatu kekuatan
yang utuh dan menyeluruh. Kesatuan pertahanan dan keamanan negara mengandung
arti bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah mana pun pada hakikatnya merupakan
ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
Wasantara sebagai Wawasan
Kewilayahan
Sebagai
faktor eksistensi suatu Negara, wilayah nasional perlu di tentukan
batas-bataasnya agar tidak terjadi sengketa dengan Negara tetangga. Oleh karena
itu, pada umumnya batas-batas wilayah suatu negara dirumuskan konstitusi negara
(baik tertulis maupun tidak tertulis). Namun, UUD’45 tidak memuat secara jelas
ketentuan wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam Pembukaan maupun dalam
pasal-pasalnya. Adapun pasal-pasal yang menyebut wilayah/daerah, yaitu:
1. Pada
pembukaan UUD’45, alinea IV di sebutkan “…seluruh
tumpa darah Indonesia…”;
serta
2. Pasal
18, UUD’45: “Pembagian daerah indnesia
atas daerah besar dan kecil…”.
Untuk dapat
memahami manakah yang di maksudkan dengan wilayah atau tumpah darah Indonesia
itu, maka perlu ditelusuri pemba_hasan-pembahasan yang terjadi pada
siding-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
pada Mei s.d. Juni 1945, yang ditetapkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sehari setelah Proklamasi
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Adapun pembahasan-pembahasan tersebut
bersumberkan pada Rancangan UUD dan Piagam Jakarta yang dihasilkan oleh BPUPKI.
Dalam rangkaian siding-sidang BPUPKI bulan Mei s.d. Juni 1945, telah dibahas
masalah wilayah Negara Indonesia merdeka yang lebih populer disebut tanah air
atau juga “tumpah darah” Indonesia.
Dalam
sidang-sidang ini yang patut dicatat adalah pendapat Dr. Supomo, S.H. dan
Muh.Yamin, S.H. pada 31 Mei 1945, serta Ir.Sukarno pada 1 Juli 1945.
Supomo menyatakan,antara lain:
“Tentang syarat mutlak lain –lainnya,
pertama tentang daerah, saya mufakat dengan pendapat yang menga-takan: pada
dasarnya Indonesia
yang harus meliputi batas Hindia Belanda…” (Setneg RI,
tt : 25).
Muh.Yamin menghendaki, antara lain:
“…..
bahwa Nusantara terang meliputi Sumatera, Jawa-Madura, Sunda Kecil, Borneo,
Selebes, Maluku-Ambon, dan Semenanjung Malaya, Timor dan Papua…..Daerah
kedaulatan negara Republik Indonesia ialah daerah yang delapan yang menjadi
wilayah pusaka bangsa Indonesia” (Setneg RI, tt : 49).
Sokarno dalam
pidaonya, antara lain:
“…Orang dan tempat tidak dapat dipisihkan. Tidak dapat di pisahkan rakyat
dari bumi yang ada di bawah kakinya. … Tempat itu yaitu tanah-air. Tanah-air
itu adalah satu kesatuan. Allah
SWT membuat peta dunia, meyusun peta
dunia, kita dapat menunjukkan di mana “kesatuan-kesatuan” di situ. Seorang anak
kecil pun, jikalau ia melihat dunia, ia dapat menunjukakan bahwa kepulauan
Indonesia merupakan satu kesatuan…”(Setneg RI, tt: 66).
Adapun yang disepakati sebagai wilayah negara
Indonesia adalah bekas wilayah Hindia Belanda. Namun, dalam rancangan UUD atau
pun dalam keputusan PPKI tentang UUD 1945 ketentuan tentang wilayah negara
Indonesia itu tidak dicantumkan. Hal ini di jelaskan oleh ketua PPKI__Ir.
Sukarno__bahwa dalam UUD yang modern, daerah (=Wilayah) tidak perlu masuk dalam
UUD (Setneg RI, tt: 347). Berdasarkan penjelasan dari Ketua PPKI tersebut,
jelaslah bahwa wilayah, tanah air, atau tumpah darah Indonesia meliputi batas
bekas Wilayah Hindia Belanda.
Untuk menjamin pelestarian kedaulatan, serta
melindungi unsur wilayah dan kepentingan nasional, dibutuhkan ketegasan tentang
batas wilayah. Ketegasan batas wilayah tidak saja untuk mempertahankan wilayah,
tetapi juga untuk menegaskan hak bangsa dan negara dalam pergaulan
internasional. Wujud geomorfologi Indonesia berdasarkan pancasila—dalam arti
persatuan dan kesatuan—menuntut suatu konsep kewilayahan yang memandang
daratan/pulau, lautan, serta udara angkasa di atasnya sebagai satu kesatuan
wilayah. Dari dasar inilah, laut bukan lagi sebagai alat pemisah wilayah.
Dalam menentukan batas wilayah negara, Pemerintah
RI meng-acu pada Aturan Peralihan UUD’45, Pasal II—“Segala badan Negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini”—yang memberlakukan undang-undang sebelumnya.
Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan
wilayah dan termuat dalam Ordonantie
tahun 1939 yang diundangkan pada 26 Agustus 1939 yang dimuat dalam Staatblad No. 422 tahun 1939, tentang “Territoriale Zee en Maritiem Kringen
Ordonantie”.
Berdasarkan ketentuan ordonansi ini, penentuan
lebar laut wilayah sepanjang 3 mil laut dengan cara penarikan garis pangkal
berdasarkan garis pasang surut, yang dikenal pula mengikuti contour pulau/darat. Ketentuan demikian
itu mempunyai konsekuensi bahwa secara hipotetis setiap pulau yang merupakan
bagian wilayah negara Republik Indonesia mempunyai laut territorial
sendiri-sendiri.
Sementara itu, di sisi luar atau sisi laut (outer limits) dari tiap-tiap laut
territorial dijumpai laut bebas. Jarak antara satu pulau dengan pulau lain yang
menjadi bagian wilayah negara Republik Indonesia “dipisahkan” oleh adanya
kantong-kantong laut yang berstatus sebagai laut bebas yang berada di luar
yuridiksi nasional. Dengan
demikian, dalam kantong-kantong laut nasional tidak berlaku hukum nasional.
Berdasarkan hal itulah, pada 13 Desember 1957
dikeluarkan pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tentang wilayah perairan
Negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai “Deklarasi Juanda” – Ir. Juanda
pada periode itu sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia – yang pada
hakikatnya melakukan perubahan terhadap ketentuan ordonansi pada lembaran
negara (staatblad) No. 442 tahun
1939. Isi pengumuman tersebut sebagai berikut:
1. Cara penarikan batas laut wilayah
tidak lagi didasarkan pada garis pasang surut (low water line), tetapi didasarkan pada system penarikan garis
lurus (straight base line) yang
diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar dari pada
pulau-pulau atau bagian pulau yang termasuk ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia (= point to point theory).
2. Penentuan lebar laut wilayah dari
3 mil laut menjadi 12 mil laut. Deklarasi Juanda pada hakikatnya adalah
menerapkan asas archipelago atau
Nusantara. Di dalam deklarasi ini terkandung kepentingan dan tujuan bangsa
Indonesia, yaitu keutuhan wilayah negara di lautan.
Selanjutnya, deklarasi ini
diakomodasikan dalam rangkaian peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 4 PRP tahun 1960 tentang
perairan Indonesia.
Dalam UU ini, diberikan penjelasan
dan kejelasan sebagai berikut:
a. Alasan atau argumentasi perlunya meninjau
kembali peraturan tentang penentuan batas laut wilayah;
b. Makna dan pengertian perairan Indonesia,
laut wilayah Indonesia, serta perairan pedalaman Indonesia.
3.
Peraturan
Pemerintah No. 8 tahun 1960 tentang lalu-lintas laut damai perairan Indonesia.
Peraturan ini menentukan aturan-aturan, antara lain tentang lalu lintas laut
damai kendaraan air asing di perairan pedalaman, pengertian, dan makna lalu
lintas damai kendaraan asing, serta bentuk dan luas kedaulatan wilayah
Nusantara sejak “Deklarasi Juanda 1957”.
GEOPOLITIK DAN HUKUM
KEWILAYAHAN
Hukum Laut dan Perkembangannya
Perkembangan Sejarah hukum laut tidak lepas
dari kemajuan teknologi maritime—perkapalan dan kepelabuhanan – Belanda dan
Inggris, serta orientasi komoditi perdagangan dunia (Simbolon, 1995). Setelah
Perang Salib sampai dengan bagian akhir zaman pencerahan (renaissance), laut praktis hanya menjadi milik Spanyol dan Portugal
sehingga ada semacam pembagian wilayah yuridiksi dari kedua Negara tersebut.
Bagian akhir zaman pencerahan (renaissance),
teknologi maritime Belanda dan Inggris melampaui Spanyol dan Portugal. Oleh
Karena itu, hukum laut banyak ditentukan oleh polemik bangsa Belanda dan
Inggris.
Namun, sebelum membahas polemik yang
menghasilkan rezim hukum laut, ada baiknya dibahas terlebih dahulu hakikat
laut. Hakikat laut adalah:
1.
bebas, merdeka dan bergerak, serta relatif tetap dan
tidak mudah dirusak;
2.
datar
dan tebuka, serta tidak dapat dipakai sembunyi;
3.
tidak
dapat dikuasai secara mutlak (tidak dapat dikaveling, sulit diberi tanda);
serta
4.
media untuk bermacam-macam alat angkut, terutama yang
bervolume besar.
Dari hakikat
tersebut timbul, falsafah hukum laut yang berbuntut pada perebutan wilayah laut
yakni:
1.
Res Nullius:
Laut tidak ada yang memiliki, karena itu dapat diambil dan dimiliki setiap
negara;
2.
Res Communis:
Laut milik masyarakat dunia, karena itu tidak dapat diambil/dimiliki oleh
setiap negara.
Belanda dan
Inggris merasa bahwa mereka tidak harus tunduk pada negara yang lebih
“primitif”. Oleh karena itu, para ahli hukum dari kedua negara tersebut saling
berpolemik mengeluarkan argumentasi tentang hak atas laut.
1.
Hugo Grotius, seorang
ahli hukum internasional Belanda memberikan teori “Mare Liberum” (laut bebas). Laut tidak dapat di kuasai suatu negara
dengan jalan “okupasi” (menduduk), karena itu laut menjadi bebas.
2.
John Selden,
seorang ahli hukum Inggris yang pada tahun 1635 menulis tentang hukum laut
dengan judul, “Mare Clausum” (hak
kuasa laut), sebagai jawaban atas teori Grotius.
Menurutnya, setiap negara dapat menguasai laut.
Sebagai
koreksi atas tulisan tersebut di atas, Grotius
memuat argument bahwa, laut wilayah dapat dimiliki sepanjang dapat dikuasai
dari darat. Ini berarti laut hanya milik negara pantai. Selanjutnya , Selden
menginginkan adanya hak lintas damai bagi kapal-kapal dengan alasan untuk
membeli suplai segar dari negara pantai.
Cornelis Bijenkershoek (seorang
Belanda) berpandapat bahwa laut wilayah adalah 3 mil laut dari pantai pada saat
pasang surut. Argumentasi ini didasari bahwa jangkauan meriam kurang lebih 3
mil.Ketentuan ini berlaku hingga tahun 1994, yaitu dengan adanya pengesahan
melalui Sidang Umum PBB, yang merupakan tindak lanjut dari United Nations Convention on the of the sea—di kenal UNCLOS
1982—berdasarkan persetujuan 118 negara di Montego Bay, Jamaica, tahun 1982.
Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Dekla-rasi tanggal 13 Desember 1957
mengajukan NKRI perlu laut wilaya (territory
water) selebar 12 mil laut dari Garis Pangkal/Garis Dasar (base line)
atas dasar “point to point theory”.
Dengan demikian, laut antar pulau menjadi Perairan pedalaman (internal water) Selanjutnya, laut
wilayah dan laut pedalaman dikenalkan sebagai laut Nusantara.
Akibat konvensi hukum laut,
timbul bermacam tipe perairan, hal ini tidak terlepas karena perhatian orang
yang besar pada laut. Untuk itu, dibahas beberapa masalah yang menyangkut hukum
laut:
1.
Laut Teritorial/Laut Wilayah (Territorial Sea):
wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 mil dari garis pangkal/garis dasar
(base line). Garis dasar adalah garis
yang menghubungkan titik-titik terluar pulau terluar.
2.
Perairan
Pedalaman (Internal Waters): wilayah
laut sebelah dalam dari daratan/sebelah dalam dari GP. Negara pantai mempunyai
kedaulatan penuh.
3.
Zona
Tambahan (Contigous Zone): wilayah
laut yang lebarnya ti-dak boleh melebihi 12 mil dari Laut Teritorial, merupakan
wilayah Negara Pantai untuk melakukan pengawasan pabean, fiskal, imi-grasi,
serta sanitasi dalam wilayah laut territorial.
4.
Zona
Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic
Zone): wilayah laut yang tidak melebihi 200 mil dari GP. Negara yang
bersangkutan mempunyai hak berdaulat untuk kepentingan eksplorasi dan
eksploi-tasi, konservasi, dan pengelolaan sumber kekayaan hayati perairan.
5.
Landas
Kontinen (Continental Shelf): wilayah
laut Negara Pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, terletak di luar
laut teritorial sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah. Jarak 200 mil
GP atau maksimal 350 mil, atau tidak melebihi 100 mil dari kedalaman 2.500 m.
6.
Laut
Lepas (High Seas): dikenal pula
sebagai laut bebas/laut Inter-nasional : Wilayah laut > 200 mil dari Garis
Pangkal.
Dengan adanya ketentuan di
atas, Negara lain menuntut beberapa hak—yang sebenarnya adalah jaminan—dari
Negara ke pulauan,antara lain:
1.
Lintas:
berlayar/bernavigasi melalui laut territorial, termasuk masuk dan keluar
perairan pedalaman untuk singgah di salah satu pelabuhan;
2.
Lintas
damai: bernavigasi melalui laut teritorial suatu negara sepanjng tidak
merugikan kedamaian, ketertiban,atau keamanan negara yang bersangkutan; serta
3.
Lintas
transit: bernavigasi melintasi pada selat ynag di gunakan untuk pelayaran
internasional antara laut lepas/ZEE yang lain.
4.
Alur Laut Kepulauan:
a.
alur laut ditentukan oleh Negara Kepulauan untuk alur
laut dan jalur penerbangan di atasnya yang cocok di gunakan untuk lintas kapal
dan jalur pesawat terbang asing;
b.
alur yang di tentukan dengan merangkai garis sumbuh
pada peta,kapal dan pesawat terbang tidak boleh melintas lebih dari 25 mil
kiri/kanan dan garis sumbuh.
5.
Laut Lepas:
a.
semua bagian laut yang tak termaksud laut territorial
baik perairan pedalam maupun ZEE;
b. laut terbuka untuk semua negara, baik
berpantai maupun tidak berpantai; serta
c. untuk laut lepas semua negara berhak
berlayar, terbang riset ilmiah dan menangkap ikan.
GEOPOLITIK DAN OTONOMI
DAERAH
Latar Belakang
Sentralisasi pelayanan dan
pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja. Oleh karena itu, wilayah negara dibagi atas
daerah besar dan daerah kecil. Untuk
keperluan tersebut, diperlukan asa dalam mengelola daerah, yang meliputi:
1. Desentralisasi pelayanan rakyat/public.
Adapun filsafat yang dianut adalah: Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat
yang harus dilayani. Desentralisasi
merupakan powersharing (otonomi
formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan
kepada rakyat/publik. Oleh karena itu, output-nya
hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat—public goods—dan peraturan daerahpublic regulation—agar rakyat tertib dan adanya kepastian
hukum. Kebijakan desentralisasi
mempunyai tujuan politis dan tujuan administrasi, tetapi tujuan utamanya adalah
pelayanan kepada rakyat/publik.
2. Dekonsentrasi: diselenggarakan karena
tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselenggarakan
dengan baik oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas
fungsional (kanwil/kandep) dan integrasi (kepala wilayah).
Pada kenyataanya, otonomi
daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah terlaksana. Sejak masa masa penjajahan Belanda, Jepang,
dan setelah kemerdekaan otonomi masih dalam bentuk dekonsentrasi.
Pembagian Daerah
Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi,serta
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai
pemerintah daerah (pasal 2 UU No. 32/2004). Pemerintah provinsi yang berbatasan
dengan laut memiliki kewenangan laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis
pantai kea rah laut lepas dan ke arah perairan kepulauan (pasal18 ayat [4] UU
No. 32/2004). Asas ini bertentangan dengan Deklarasi Pemerintaan RI yang telah dilakukan
melalui UNCLOS, serta telah diratifikasi dengan UU No. 6/1996 tentang perairan
Indonesia.
Sehubungan dengan ini, ada
yang patut diwaspadai bahwa semangat otonomi seharusnya tidak menjurus pada
semangat pembentukan daerah berdasarkan etnik atau subkultur. Pada masa
penjajahan Belanda, wilayah Indonesia terbagi berdasarkan subkultur dengan
dibentuknya daerah keresidenan. Selanjutnya, wilayah-wilayah tersebut terbagi
habis menjadi provinsi, keresidenan, kabupaten/kota, kewedaan, dan kecamatan.
Globalisasi yang
menyebabkan adanya Global Parados (Naisbit,
1987: 55) jangan sampai menyemangati pemekaran wilayah atas dasar pendekatan
kebudayaan sehingga menimbulkan benturan budaya yang berakibat pecahnya negara
nasional (Huntington, 1996:100). Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus
pada wilayah yang dilalui Alur Laut KepulauanRiau, Riau Kepulauan, Kalimantan Barat, Bangka-Belitung, Banten, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, Pulau Lombok, serta Maluku dan Maluku Utara—yang
bebrapa saat lalu hingga kini tetap bergejolak, baik yang berupa konflik fisik
maupun konflik nonfisik (keinginan memisahkan diri dengan membentuk provinsi
baru).
Sumber : Basrie, Chaidir Drs., M.Si. 1995. Wawasan Nusantara,
Wawasan Nasional Indonesia.
Serpong: Lembaga Ilmu Humaniora ITI.
Depdiknas.
2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Ditjen Dikti, 2001. Kapita Selekta Pendidikan
Kewarganegaraan (untuk Mahasiswa) bag I &
II . Jakarta:
Ditjen Dikti Depnas.
---------, 2002. Modul Acuan Proses Pembelajaran MPK
Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Ditjen Dikti.