1.
PENGERTIAN
TEATER
Kata
teater secara etimologi adalah serapan
dari bahasa Inggris theater,
yang berarti gedung pertunjukan atau dunia sandiwara.
Kata theater
diturunkan dari bahasa Yunani
teatron yang berarti takjub melihat.
Dewasa ini kata teatermempunyai dua makna. Pertama, teater yang berarti gedung pertunjukan, yaitu tempat diselenggarakan suatu pertunjukan. Kedua, teater yang berarti bentuk tontonan yang dipentaskan di depan orang banyak. Seni teater bisa diartikan segala keseluruhan yang mencakup gedung, pekerja (pemain dan kru panggung), sekaligus kegiatannya (isi pementasan atau peristiwanya). Ada juga pihak yang mengartikan seni teater sebagai semua jenis dan bentuk tontonan, baik di panggung maupun arena terbuka. Peristiwa tontonan mencakup tiga kekuatan, yaitu: pekerja, tempat, dan komunitas penikmat atau penonton, serta terdiri dari tiga unsur yaitu: kebersamaan, saat, dan tempat, sehingga peristiwa itu disebut sebagai teater.
teatron yang berarti takjub melihat.
Dewasa ini kata teatermempunyai dua makna. Pertama, teater yang berarti gedung pertunjukan, yaitu tempat diselenggarakan suatu pertunjukan. Kedua, teater yang berarti bentuk tontonan yang dipentaskan di depan orang banyak. Seni teater bisa diartikan segala keseluruhan yang mencakup gedung, pekerja (pemain dan kru panggung), sekaligus kegiatannya (isi pementasan atau peristiwanya). Ada juga pihak yang mengartikan seni teater sebagai semua jenis dan bentuk tontonan, baik di panggung maupun arena terbuka. Peristiwa tontonan mencakup tiga kekuatan, yaitu: pekerja, tempat, dan komunitas penikmat atau penonton, serta terdiri dari tiga unsur yaitu: kebersamaan, saat, dan tempat, sehingga peristiwa itu disebut sebagai teater.
Seni
teater merupakan peristiwa yang bisa
menempati beberapa posisi. Teater jika
dilihat ke dalam, merupakan tindakan ekspresif yang memperlihatkan gejolak
rasional dan emosional seorang teaterawan (pelakunya) dalam bentuk-bentuk
artistik panggung. Panggung teater
dalam posisi ini bisa juga dianggap sebagai salah satu representasi dari sikap
sosial-politik masyarakat, di mana seni itu berproses dan mendapatkan
publiknya. Teater jika dilihat ke luar,
dapat menempati posisi juga sebagai peristiwa sosial, sehingga dalam pengertian ini teater
adalah bentuk aktif dari tindakan
sosial-politik masyarakat.
Sedangkan pengertian Seni teater definisi bebas ialah suatu peristiwa teater. Juga suatu pengalaman. Naskah, rencana sutradara, permainan para aktor, komposisi ruang pada pentas, tata rias, kostum, perlengkapan panggung, dan kehadiran penonton.
Sedangkan pengertian Seni teater definisi bebas ialah suatu peristiwa teater. Juga suatu pengalaman. Naskah, rencana sutradara, permainan para aktor, komposisi ruang pada pentas, tata rias, kostum, perlengkapan panggung, dan kehadiran penonton.
2.
SEJARAH
TEATER
SEJARAH TEATER DUNIA
Teater sebagai tontotan sudah
ada sejak zaman dahulu. Bukti tertulis pengungkapan bahwa teater sudah ada sejak abad kelima SM. Hal
ini didasarkan temuan naskah teater
kuno di Yunani. Penulisnya Aeschylus yang hidup antara tahun 525-456 SM. Isi
lakonnya berupa persembahan untuk memohon kepada dewa-dewa.
Lahirnya
adalah bermula dari upacara keagamaan yang dilakukan para pemuka agama, lambat
laun upacara keagamaan ini berkembang, bukan hanya berupa nyanyian,
puji-pujian, melainkan juga doa dan cerita yang diucapkan dengan lantang,
selanjutnya upacara keagamaan lebih menonjolkan penceritaan.Waktu dan tempat
pertunjukan teater pertama kali dimulai
tidak diketahui. Adapun yang dapat diketahui hanyalah teori tentang asal
mulanya. Di antaranya teori tentang asal mula teater
adalah sebagai berikut:
Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater. Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus hingga sekarang.
Berasal dari nyayian untuk menghormati seorang pahlawan di kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang, dsb).
Naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert, di jaman peradaban mesir kuno kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi dimana pada jaman itu peradaban Mesir kuno sudah maju. Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis menulis.
I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teaterritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai Naskah Abydos yang menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. Jalan cerita naskah Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih tua. Sehingga para ahli bisa mengira bahwa jalan cerita itu sudah ada dan dimainkan orang sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan teater Abydos terdapat unsur-unsur teater yang meliputi; pemain, jalan cerita, naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, dan properti pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.
Teater Yunani Klasik
Tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang permanen dibangun sekitar 2300 Tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung dan berundak-undak yang disebut Amphiteater.
Ribuan orang mengujungi amphiteater untuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan bagi teater terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater pertama yang menciptakan dialog diantara para karakternya.
Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater. Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus hingga sekarang.
Berasal dari nyayian untuk menghormati seorang pahlawan di kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang, dsb).
Naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta Mesir, I Kher-nefert, di jaman peradaban mesir kuno kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi dimana pada jaman itu peradaban Mesir kuno sudah maju. Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis menulis.
I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teaterritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai Naskah Abydos yang menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. Jalan cerita naskah Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih tua. Sehingga para ahli bisa mengira bahwa jalan cerita itu sudah ada dan dimainkan orang sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun 2000 SM. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan teater Abydos terdapat unsur-unsur teater yang meliputi; pemain, jalan cerita, naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, dan properti pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.
Teater Yunani Klasik
Tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang permanen dibangun sekitar 2300 Tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung dan berundak-undak yang disebut Amphiteater.
Ribuan orang mengujungi amphiteater untuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan bagi teater terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater pertama yang menciptakan dialog diantara para karakternya.
Benih
teater itu salah satunya berasal
dari : (1) upacara agama primitive, upacara yang biasanya bersifat mistis
dengan penghayatan dan keseriusannya sebagai bentuk sesembahan kepada dewa,
roh, atau penguasa alam. Dan upacara semacam itu biasanya menambahkan unsur
cerita yang akhirnya berkembang menjadi sebuah pertunjukan. (2) Berasal dari
nyanyian untuk menghormati seseorang yang dianggap berjasa. Dalam nyanyiannya
bercerita kisah riwayat hidup seseorang yang meninggal dan jasa-jasanya, yang
lama kelamaan nyanyian tersebut diiringi sebuah peragaan teaterikal. (3)berasal
dari kesukaan manusia bercerita, dan mendengarkan cerita, dan hal yang
diceritakan itu dikembangkan menjadi sebuah pertunjukan (seperti kepahlawanan,
perang, legenda dll)
Perkembangan drama sekarang ini berawal dari Yunani Purba seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sekitar tahun 600 SM ada festival untuk menghormati dewa Dyonysius yaitu dewa anggur dan kesuburan. Festival tersebut berbentuk festifal tarian dan nyanyian, kemudian mereka menyelenggarakan sayembara pertunjukan dimana ada tarian, nyanyian yang didasarkan pada sebuah cerita, secara historis itu menjadi sayembara drama pertama. Sayembara biasa dilakukan di Athena dan pertunjukan yang dibawakan adalah drama tragedy. Pemenang sayembara pertama kali itu ialah Thespis seorang actor dan penulis tragedi yang pertama dikenal di dunia. Thespis sebenarnya merupakan tokoh historis tetapi oleh masyarakat Yunani Kuno dijadikan legenda, dan segala seuatu tentang drama dinyatakan sebagai penemuan Thespis, maka kerena itu para actor pertunjukan disaat itu disebut Thespian.
Perkembangan drama Yunani mengalami puncaknya sekitar tahun 400 SM . drama masih diperuntukan sebagai bagian dari upacara agama. Upacaranya terbuka untuk umum . tempat pertunjukan yag terkenal di Athena adalah teater Dyonysius, yang terletak disamping bawah bukit Acropolis, yaitu pusat kuil di Athena.
Pada saat itu penulis drama biasa memainkan naskahnya sendiri, jadi seorang actor sekaligus seorang penulis naskah cerita. Dari begitu banyaknya naskah drama Yunani kuno kurang lebih hanya tigapuluh naskah yang ada sampai sekarang ini. Dan naskah-naskah itu ditulis oleh penulis-penulis terkenal dizamannya seperti Aeskilos, Sophokles dan Euripedes (ketiga tokoh drama ini spesialis Tragedi), Aristhopanes (Komedi), dan Menander (komedi).
Pada akhir Tahun 400-an SM festival drama Dyonysius, tidak melulu drama tragedy malah sang actor peserta festival harus menyuguhkan 3 tragedi dan 1 Satyr. Satyr ini dimaksudkan sebagai komedi ringan dan pendek yang jenaka dan parody terhadap mitologi. Arti Satyr sendiri adalah makhluk mitologi yang setengah manusia setengah binatang dan para koor drama Satyir biasanya memerankan para Satyr sang makhluk dongeng. Hanya ada satu naskah satyr yang selamat yakni Naskah Euripedes, yang berjudul Cyclop.
Pada tahun 300-an SM Komedi muncul, Komedi berasal dari kata Komodia yang maknanya membuat gembira. Dalam komedi pelaku utama biasanya memerankan tokoh sebagai pembawa ide gembira, misalnya pembawa pesan damai untuk mengakhiri perang, seluruh cerita naskah drama pada saat itu berakhir menggembirakan. Karena saat itu tidak ada atau tidak boleh ada percampuran jenis cerita drama antara komedi dan tragedi (karena pertunjukan tragedy bermula dari perayaan upacara keagamaan). Biasanya setelah pertunjukan komedi, acara dilanjutkan dengan Komos yakni keluar arena pertunjukan dan mengadakan pesta dengan penuh kegembiraan.
Perkembangan drama sekarang ini berawal dari Yunani Purba seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sekitar tahun 600 SM ada festival untuk menghormati dewa Dyonysius yaitu dewa anggur dan kesuburan. Festival tersebut berbentuk festifal tarian dan nyanyian, kemudian mereka menyelenggarakan sayembara pertunjukan dimana ada tarian, nyanyian yang didasarkan pada sebuah cerita, secara historis itu menjadi sayembara drama pertama. Sayembara biasa dilakukan di Athena dan pertunjukan yang dibawakan adalah drama tragedy. Pemenang sayembara pertama kali itu ialah Thespis seorang actor dan penulis tragedi yang pertama dikenal di dunia. Thespis sebenarnya merupakan tokoh historis tetapi oleh masyarakat Yunani Kuno dijadikan legenda, dan segala seuatu tentang drama dinyatakan sebagai penemuan Thespis, maka kerena itu para actor pertunjukan disaat itu disebut Thespian.
Perkembangan drama Yunani mengalami puncaknya sekitar tahun 400 SM . drama masih diperuntukan sebagai bagian dari upacara agama. Upacaranya terbuka untuk umum . tempat pertunjukan yag terkenal di Athena adalah teater Dyonysius, yang terletak disamping bawah bukit Acropolis, yaitu pusat kuil di Athena.
Pada saat itu penulis drama biasa memainkan naskahnya sendiri, jadi seorang actor sekaligus seorang penulis naskah cerita. Dari begitu banyaknya naskah drama Yunani kuno kurang lebih hanya tigapuluh naskah yang ada sampai sekarang ini. Dan naskah-naskah itu ditulis oleh penulis-penulis terkenal dizamannya seperti Aeskilos, Sophokles dan Euripedes (ketiga tokoh drama ini spesialis Tragedi), Aristhopanes (Komedi), dan Menander (komedi).
Pada akhir Tahun 400-an SM festival drama Dyonysius, tidak melulu drama tragedy malah sang actor peserta festival harus menyuguhkan 3 tragedi dan 1 Satyr. Satyr ini dimaksudkan sebagai komedi ringan dan pendek yang jenaka dan parody terhadap mitologi. Arti Satyr sendiri adalah makhluk mitologi yang setengah manusia setengah binatang dan para koor drama Satyir biasanya memerankan para Satyr sang makhluk dongeng. Hanya ada satu naskah satyr yang selamat yakni Naskah Euripedes, yang berjudul Cyclop.
Pada tahun 300-an SM Komedi muncul, Komedi berasal dari kata Komodia yang maknanya membuat gembira. Dalam komedi pelaku utama biasanya memerankan tokoh sebagai pembawa ide gembira, misalnya pembawa pesan damai untuk mengakhiri perang, seluruh cerita naskah drama pada saat itu berakhir menggembirakan. Karena saat itu tidak ada atau tidak boleh ada percampuran jenis cerita drama antara komedi dan tragedi (karena pertunjukan tragedy bermula dari perayaan upacara keagamaan). Biasanya setelah pertunjukan komedi, acara dilanjutkan dengan Komos yakni keluar arena pertunjukan dan mengadakan pesta dengan penuh kegembiraan.
SEJARAH
TEATER INDONESIA
Pada
masa ini seni teater, belum ada naskah
dan pentas. Hanya yang ada naskah-naskah cerita rakyat dan kisah-kisah yang
sudah menahun turun temurun disampaikan oleh orang yang terlebih dulu lahir
baik secara lisan maupun secara tulisan. Seperti contoh drama istana, rakyat
dan lain sebagainya yang dilakukan di sebuah aula atau ti tempat terbuka
seperti lapangan atau halaman sebuah rumah.
Sebelum
abad 20 tak ada naskah dan pentas. Teater
belum berkembang. Yang ada ketika itu adalah naskah-naskah cerita rakyat dan
kisah-kisah yang turun-temurun disampaikan secara lisan oleh ayah kepada anak.
Permulaan abad 20, karena pengaruh drama barat dan cara pemanggungannya, teater tidak menggunakan naskah
(improvisaoris), tetapi menggunakan pentas panggungnya berbingkai.
Perkembangan berikut pada masa pujangga baru muncul naskah drama
asli yang digunakan oleh pementasan amatir. Pada masa Jepang, sensor sendanbu sangat keras sekali, karena mengharuskan penampilan drama
menggunakan naskah, rombongan profesional terpaksa belajar membaca naskah, sebaiknya kaum amatir tidak kaget karena terdiri dari orang-orang terpelajar yang sudah terbiasa membaca naskah.
Perkembangan masa kini yang terjadi rombongan profesional membuang kembali naskah. Organisasi amatir setia dengan naskah, hanya sayang sering mengubakan pengarang, penyadur atau penyalinnya.
Ada sementara orang mengartikan bahwa teater sebagai gedung pertunjukan ada pula yang mengartikan sebagai panggung. Secara etimologis teater adalah gedung pertunjukan. Dalam arti yang lebih luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak. Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, lenong, dan sejenisnya.
Perkembangan berikut pada masa pujangga baru muncul naskah drama
asli yang digunakan oleh pementasan amatir. Pada masa Jepang, sensor sendanbu sangat keras sekali, karena mengharuskan penampilan drama
menggunakan naskah, rombongan profesional terpaksa belajar membaca naskah, sebaiknya kaum amatir tidak kaget karena terdiri dari orang-orang terpelajar yang sudah terbiasa membaca naskah.
Perkembangan masa kini yang terjadi rombongan profesional membuang kembali naskah. Organisasi amatir setia dengan naskah, hanya sayang sering mengubakan pengarang, penyadur atau penyalinnya.
Ada sementara orang mengartikan bahwa teater sebagai gedung pertunjukan ada pula yang mengartikan sebagai panggung. Secara etimologis teater adalah gedung pertunjukan. Dalam arti yang lebih luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang banyak. Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, lenong, dan sejenisnya.
TeaterIndonesia
tahun 1920-an
Teater pada masa kesusasteraaan angkatan Pujangga Baru kurang berarti jika dilihat dari konteks sejarahteater modern Indonesia tetapi cukup penting dilihat dari sudut kesusastraan. Naskah-naskah drama tersebut belum mencapai bentuk sebagai drama karena masih menekankan unsur sastra dan sulit untuk dipentaskan. Drama-drama Pujangga Baru ditulis sebagai ungkapan ketertekanan kaum intelektual dimasa itu karena penindasan pemerintahan Belanda yang amat keras terhadap kaum pergerakan sekitar tahun 1930-an. Bentuk sastra drama yang pertamakali menggunakan bahasa Indonesia dan disusun dengan model dialog antar tokoh dan berbentuk sajak adalah Bebasari (artinya kebebasan yang sesungguhnya atau inti kebebasan) karya Rustam Efendi (1926). Lakon Bebasari merupakan sastra drama yang menjadi pelopor semangat kebangsaan. Lakon ini menceritakan perjuangan tokoh utama Bujangga, yang membebaskan puteri Bebasari dari niat jahat Rahwana. Penulis lakon lainnya, yaitu Sanusi Pane menulis Kertajaya (1932) dan Sandyakalaning Majapahit (1933) Muhammad Yamin menulis Ken Arok dan Ken Dedes (1934). Armiijn Pane mengolah roman Swasta Setahun di Bedahulu karangan I Gusti Nyoman Panji Tisna menjadi naskah drama. Nur Sutan Iskandar menyadur karangan Molliere, dengan judul Si Bachil. Imam Supardi menulis drama dengan judul Keris Mpu Gandring. Dr. Satiman Wirjosandjojo menulis drama berjudul Nyai Blorong. Mr. Singgih menulis drama berjudul Hantu. Lakon-lakon ini ditulis berdasarkan tema kebangsaan, persoalan, dan harapan serta misi mewujudkan Indonesia sebagai negara merdeka. Penulis-penulis ini adalah cendekiawan Indonesia, menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno, pada tahun 1927 menulis dan menyutradarai teater di Bengkulu (saat di pengasingan). Beberapa lakon yang ditulisnya antara lain, Rainbow, Krukut Bikutbi, dan Dr. Setan.
Teater pada masa kesusasteraaan angkatan Pujangga Baru kurang berarti jika dilihat dari konteks sejarahteater modern Indonesia tetapi cukup penting dilihat dari sudut kesusastraan. Naskah-naskah drama tersebut belum mencapai bentuk sebagai drama karena masih menekankan unsur sastra dan sulit untuk dipentaskan. Drama-drama Pujangga Baru ditulis sebagai ungkapan ketertekanan kaum intelektual dimasa itu karena penindasan pemerintahan Belanda yang amat keras terhadap kaum pergerakan sekitar tahun 1930-an. Bentuk sastra drama yang pertamakali menggunakan bahasa Indonesia dan disusun dengan model dialog antar tokoh dan berbentuk sajak adalah Bebasari (artinya kebebasan yang sesungguhnya atau inti kebebasan) karya Rustam Efendi (1926). Lakon Bebasari merupakan sastra drama yang menjadi pelopor semangat kebangsaan. Lakon ini menceritakan perjuangan tokoh utama Bujangga, yang membebaskan puteri Bebasari dari niat jahat Rahwana. Penulis lakon lainnya, yaitu Sanusi Pane menulis Kertajaya (1932) dan Sandyakalaning Majapahit (1933) Muhammad Yamin menulis Ken Arok dan Ken Dedes (1934). Armiijn Pane mengolah roman Swasta Setahun di Bedahulu karangan I Gusti Nyoman Panji Tisna menjadi naskah drama. Nur Sutan Iskandar menyadur karangan Molliere, dengan judul Si Bachil. Imam Supardi menulis drama dengan judul Keris Mpu Gandring. Dr. Satiman Wirjosandjojo menulis drama berjudul Nyai Blorong. Mr. Singgih menulis drama berjudul Hantu. Lakon-lakon ini ditulis berdasarkan tema kebangsaan, persoalan, dan harapan serta misi mewujudkan Indonesia sebagai negara merdeka. Penulis-penulis ini adalah cendekiawan Indonesia, menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno, pada tahun 1927 menulis dan menyutradarai teater di Bengkulu (saat di pengasingan). Beberapa lakon yang ditulisnya antara lain, Rainbow, Krukut Bikutbi, dan Dr. Setan.
TeaterIndonesia
tahun 1940-an
Semua unsur kesenian dan kebudayaan pada kurun waktu penjajahan Jepang dikonsentrasikan untuk mendukung pemerintahan totaliter Jepang. Segala daya kreasi seni secara sistematis di arahkan untuk menyukseskan pemerintahan totaliter Jepang. Namun demikian, dalam situasi yang sulit dan gawat serupa itu, dua orang tokoh, yaitu Anjar Asmara dan Kamajaya masih sempat berpikir bahwa perlu didirikan Pusat Kesenian Indonesia yang bertujuan menciptakan pembaharuan kesenian yang selaras dengan perkembangan zaman sebagai upaya untuk melahirkan kreasi-kreasi baru dalam wujud kesenian nasional Indonesia. Maka pada tanggal 6 oktober 1942, di rumah Bung Karno dibentuklah Badan Pusat Kesenian Indonesia dengan pengurus sebagai berikut, Sanusi Pane (Ketua), Mr. Sumanang (Sekretaris), dan sebagai anggota antara lain, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjabana, dan Kama Jaya. Badan Pusat Kesenian Indonesia bermaksud menciptakan kesenian Indonesia baru, di antaranya dengan jalan memperbaiki dan menyesuaikan kesenian daerah menuju kesenian Indonesia baru.
Langkah-langkah yang telah diambil oleh Badan Pusat Kesenian Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemajuan kesenian Indonesia, ternyata mengalami hambatan yang datangnya dari barisan propaganda Jepang, yaitu Sendenbu yang membentuk badan perfilman dengan nama Djawa Eiga Kosya, yang dipimpin oleh orang Jepang S. Oya. Intensitas kerja Djawa Eiga Kosya yang ingin menghambat langkah Badan Pusat Kesenian Indonesia nampak ketika mereka membuka sekolah tonil dan drama Putra Asia, Ratu Asia, Pendekar Asia, yang kesemuanya merupakan corong propaganda Jepang. Dalam masa pendudukan Jepang kelompok rombongan sandiwara yang mula-mula berkembang adalah rombongan sandiwara profesional. Dalam kurun waktu ini semua bentuk seni hiburan yang berbau Belanda lenyap karena pemerintah penjajahan Jepang anti budaya Barat. Rombongan sandiwara keliling komersial, seperti misalnya Bintang Surabaya, Dewi Mada, Mis Ribut, Mis Tjitjih, Tjahaya Asia, Warna Sari, Mata Hari, Pancawarna, dan lain-lain kembali berkembang dengan mementaskan cerita dalam bahasa Indonesia, Jawa, maupun Sunda. Rombongan sandiwara Bintang Surabaya tampil dengan aktor dan aktris kenamaan, antara lain Astaman, Tan Ceng Bok (Si Item), Ali Yugo, Fifi Young, Dahlia, dan sebagainya. Pengarang Nyoo Cheong Seng, yang dikenal dengan nama samarannya Mon Siour D’amour ini dalam rombongan sandiwara Bintang Surabaya menulis lakon antara lain, Kris Bali, Bengawan Solo, Air Mata Ibu (sudah difilmkan), Sija, R.A Murdiati, dan Merah Delima. Rombongan Sandiwara Bintang Surabaya menyuguhkan pementasan-pementasan dramanya dengan cara lama seperti pada masa Dardanella, Komedi Bangsawan, dan Bolero, yaitu di antara satu dan lain babak diselingi oleh tarian-tarian, nyanyian, dan lawak. Secara istimewa selingannya kemudian ditambah dengan mode show, dengan peragawati gadis-gadis Indo Belanda yang cantik-cantik .
Menyusul kemudian muncul rombongan sandiwara Dewi Mada, dengan bintang-bintang eks Bolero, yaitu Dewi Mada dengan suaminya Ferry Kok, yang sekaligus sebagai pemimpinnya. Rombongan sandiwara Dewi Mada lebih mengutamakan tari-tarian dalam pementasan teater mereka karena Dewi Mada adalah penari terkenal sejak masa rombongan sandiwara Bolero. Cerita yang dipentaskan antara lain, Ida Ayu, Ni Parini, dan Rencong Aceh.
Hingga tahun 1943 rombongan sandiwara hanya dikelola pengusaha Cina atau dibiayai Sendenbu karena bisnis pertunjukan itu masih asing bagi para pengusaha Indonesia. Baru kemudian Muchsin sebagai pengusaha besar tertarik dan membiayai rombongan sandiwara Warna Sari. Keistimewaan rombongan sandiwara Warna Sari adalah penampilan musiknya yang mewah yang dipimpin oleh Garsia, seorang keturunan Filipina, yang terkenal sebagi Raja Drum. Garsia menempatkan deretan drumnya yang berbagai ukuran itu memenuhi lebih dari separuh panggung. Ia menabuh drum-drum tersebut sambil meloncat ke kanan – ke kiri sehingga menarik minat penonton. ceritacerita yang dipentaskan antara lain, Panggilan Tanah Air, Bulan Punama, Kusumahadi, Kembang Kaca, Dewi Rani, dan lain sebagainya.
Rombongan sandiwara terkenal lainnya adalah rombongan sandiwara Sunda Mis Tjitjih, yaitu rombongan sandiwara yang digemari rakyat jelata. Dalam perjalanannya, rombongan sandiwara ini terpaksa berlindung di bawah barisan propaganda Jepang dan berganti nama menjadi rombongan sandiwara Tjahaya Asia yang mementaskan ceritacerita baru untuk kepentingan propaganda Jepang. Anjar Asmara, Ratna Asmara, dan Kama Jaya pada tanggal 6 April 1943, mendirikan rombongan sandiwara angkatan muda Matahari. Hanya kalangan terpelajar yang menyukai pertunjukan Matahari yang menampilakan hiburan berupa tari-tarian pada awal pertunjukan baru kemudian dihidangkan lakon sandiwara dari awal hingga akhir. Bentuk penyajian semacam ini di anggap kaku oleh penonton umum yang lebih suka unsur hiburan disajikan sebagai selingan babak satu dengan babak lain sehingga akhirnya dengan terpaksa rombongan sandiwara tersebut mengikuti selera penonton. Lakon-lakon yang ditulis Anjar Asmara antara lain, Musim Bunga di Slabintana, Nusa Penida, Pancaroba, Si Bongkok, Guna-guna, dan Jauh di Mata. Kama Jaya menulis lakon antara lain, Solo di Waktu Malam, Kupu-kupu, Sang Pek Engtay, Potong Padi. Dari semua lakon tersebut ada yang sudah di filmkan yaitu, Solo di Waktu Malam dan Nusa Penida.
Semua unsur kesenian dan kebudayaan pada kurun waktu penjajahan Jepang dikonsentrasikan untuk mendukung pemerintahan totaliter Jepang. Segala daya kreasi seni secara sistematis di arahkan untuk menyukseskan pemerintahan totaliter Jepang. Namun demikian, dalam situasi yang sulit dan gawat serupa itu, dua orang tokoh, yaitu Anjar Asmara dan Kamajaya masih sempat berpikir bahwa perlu didirikan Pusat Kesenian Indonesia yang bertujuan menciptakan pembaharuan kesenian yang selaras dengan perkembangan zaman sebagai upaya untuk melahirkan kreasi-kreasi baru dalam wujud kesenian nasional Indonesia. Maka pada tanggal 6 oktober 1942, di rumah Bung Karno dibentuklah Badan Pusat Kesenian Indonesia dengan pengurus sebagai berikut, Sanusi Pane (Ketua), Mr. Sumanang (Sekretaris), dan sebagai anggota antara lain, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjabana, dan Kama Jaya. Badan Pusat Kesenian Indonesia bermaksud menciptakan kesenian Indonesia baru, di antaranya dengan jalan memperbaiki dan menyesuaikan kesenian daerah menuju kesenian Indonesia baru.
Langkah-langkah yang telah diambil oleh Badan Pusat Kesenian Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemajuan kesenian Indonesia, ternyata mengalami hambatan yang datangnya dari barisan propaganda Jepang, yaitu Sendenbu yang membentuk badan perfilman dengan nama Djawa Eiga Kosya, yang dipimpin oleh orang Jepang S. Oya. Intensitas kerja Djawa Eiga Kosya yang ingin menghambat langkah Badan Pusat Kesenian Indonesia nampak ketika mereka membuka sekolah tonil dan drama Putra Asia, Ratu Asia, Pendekar Asia, yang kesemuanya merupakan corong propaganda Jepang. Dalam masa pendudukan Jepang kelompok rombongan sandiwara yang mula-mula berkembang adalah rombongan sandiwara profesional. Dalam kurun waktu ini semua bentuk seni hiburan yang berbau Belanda lenyap karena pemerintah penjajahan Jepang anti budaya Barat. Rombongan sandiwara keliling komersial, seperti misalnya Bintang Surabaya, Dewi Mada, Mis Ribut, Mis Tjitjih, Tjahaya Asia, Warna Sari, Mata Hari, Pancawarna, dan lain-lain kembali berkembang dengan mementaskan cerita dalam bahasa Indonesia, Jawa, maupun Sunda. Rombongan sandiwara Bintang Surabaya tampil dengan aktor dan aktris kenamaan, antara lain Astaman, Tan Ceng Bok (Si Item), Ali Yugo, Fifi Young, Dahlia, dan sebagainya. Pengarang Nyoo Cheong Seng, yang dikenal dengan nama samarannya Mon Siour D’amour ini dalam rombongan sandiwara Bintang Surabaya menulis lakon antara lain, Kris Bali, Bengawan Solo, Air Mata Ibu (sudah difilmkan), Sija, R.A Murdiati, dan Merah Delima. Rombongan Sandiwara Bintang Surabaya menyuguhkan pementasan-pementasan dramanya dengan cara lama seperti pada masa Dardanella, Komedi Bangsawan, dan Bolero, yaitu di antara satu dan lain babak diselingi oleh tarian-tarian, nyanyian, dan lawak. Secara istimewa selingannya kemudian ditambah dengan mode show, dengan peragawati gadis-gadis Indo Belanda yang cantik-cantik .
Menyusul kemudian muncul rombongan sandiwara Dewi Mada, dengan bintang-bintang eks Bolero, yaitu Dewi Mada dengan suaminya Ferry Kok, yang sekaligus sebagai pemimpinnya. Rombongan sandiwara Dewi Mada lebih mengutamakan tari-tarian dalam pementasan teater mereka karena Dewi Mada adalah penari terkenal sejak masa rombongan sandiwara Bolero. Cerita yang dipentaskan antara lain, Ida Ayu, Ni Parini, dan Rencong Aceh.
Hingga tahun 1943 rombongan sandiwara hanya dikelola pengusaha Cina atau dibiayai Sendenbu karena bisnis pertunjukan itu masih asing bagi para pengusaha Indonesia. Baru kemudian Muchsin sebagai pengusaha besar tertarik dan membiayai rombongan sandiwara Warna Sari. Keistimewaan rombongan sandiwara Warna Sari adalah penampilan musiknya yang mewah yang dipimpin oleh Garsia, seorang keturunan Filipina, yang terkenal sebagi Raja Drum. Garsia menempatkan deretan drumnya yang berbagai ukuran itu memenuhi lebih dari separuh panggung. Ia menabuh drum-drum tersebut sambil meloncat ke kanan – ke kiri sehingga menarik minat penonton. ceritacerita yang dipentaskan antara lain, Panggilan Tanah Air, Bulan Punama, Kusumahadi, Kembang Kaca, Dewi Rani, dan lain sebagainya.
Rombongan sandiwara terkenal lainnya adalah rombongan sandiwara Sunda Mis Tjitjih, yaitu rombongan sandiwara yang digemari rakyat jelata. Dalam perjalanannya, rombongan sandiwara ini terpaksa berlindung di bawah barisan propaganda Jepang dan berganti nama menjadi rombongan sandiwara Tjahaya Asia yang mementaskan ceritacerita baru untuk kepentingan propaganda Jepang. Anjar Asmara, Ratna Asmara, dan Kama Jaya pada tanggal 6 April 1943, mendirikan rombongan sandiwara angkatan muda Matahari. Hanya kalangan terpelajar yang menyukai pertunjukan Matahari yang menampilakan hiburan berupa tari-tarian pada awal pertunjukan baru kemudian dihidangkan lakon sandiwara dari awal hingga akhir. Bentuk penyajian semacam ini di anggap kaku oleh penonton umum yang lebih suka unsur hiburan disajikan sebagai selingan babak satu dengan babak lain sehingga akhirnya dengan terpaksa rombongan sandiwara tersebut mengikuti selera penonton. Lakon-lakon yang ditulis Anjar Asmara antara lain, Musim Bunga di Slabintana, Nusa Penida, Pancaroba, Si Bongkok, Guna-guna, dan Jauh di Mata. Kama Jaya menulis lakon antara lain, Solo di Waktu Malam, Kupu-kupu, Sang Pek Engtay, Potong Padi. Dari semua lakon tersebut ada yang sudah di filmkan yaitu, Solo di Waktu Malam dan Nusa Penida.
3.
JENIS-JENIS
TEATER
SENI TEATER TRADISIONAL
Kata teater dari bahasa yunani yaitu Theatron yang berarti tempat untuk menonton. Namun teater dapat diartikan sebagai tontonan atau pertunjukkan (Tarigan 1985:73) .
Jadi pengertiannya adalah sebagai tempat untuk pertunjukkan atau kegiatan pertunjukkan itu sendiri. Teater merupakan seni yang menyeluruh, karena seni selalu kerjasama (kolektif) secara bersamama-sama antara sutradara dan pelaku, serta pelaku dengan tata rias dan tata busana.
Seni Teater terbagi dalam beberapa jenis menurut ideologinya, menurut sumber dananya, menurut karakteristiknya, dan masih banyak pembagian seni teater berdasarkan pengalaman masing-masing pelakunya. Menurut karakteristiknya, Seni Teater dibagi menjadi dua, yaitu seni teater Tradisional dan seni teater Modern.
Seni Teater tradisional adalah seni teater yang bersifat kedaerahan berdasarkan tradisi, bergerak dengan sistem kekerabatan yang kental. Sedangkan seni teater modern adalah seni teater yang mempunyai dasar-dasar keilmuan yang mapan. Penulisan yang sudah berpatern, penokohan, latihan yang bersistem, dan semua hal yang sudah dibakukan sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
Berikut Teater tradisional yang ada di Indonesia :
A. Wayang
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang
Kata teater dari bahasa yunani yaitu Theatron yang berarti tempat untuk menonton. Namun teater dapat diartikan sebagai tontonan atau pertunjukkan (Tarigan 1985:73) .
Jadi pengertiannya adalah sebagai tempat untuk pertunjukkan atau kegiatan pertunjukkan itu sendiri. Teater merupakan seni yang menyeluruh, karena seni selalu kerjasama (kolektif) secara bersamama-sama antara sutradara dan pelaku, serta pelaku dengan tata rias dan tata busana.
Seni Teater terbagi dalam beberapa jenis menurut ideologinya, menurut sumber dananya, menurut karakteristiknya, dan masih banyak pembagian seni teater berdasarkan pengalaman masing-masing pelakunya. Menurut karakteristiknya, Seni Teater dibagi menjadi dua, yaitu seni teater Tradisional dan seni teater Modern.
Seni Teater tradisional adalah seni teater yang bersifat kedaerahan berdasarkan tradisi, bergerak dengan sistem kekerabatan yang kental. Sedangkan seni teater modern adalah seni teater yang mempunyai dasar-dasar keilmuan yang mapan. Penulisan yang sudah berpatern, penokohan, latihan yang bersistem, dan semua hal yang sudah dibakukan sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
Berikut Teater tradisional yang ada di Indonesia :
A. Wayang
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang
terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali
B.
Makyong
Makyong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional
Makyong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional
C. Drama Gong
Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali.
D. Randai
Randai adalah kesenian (teater) khas masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat yang dimainkan oleh
beberapa orang (berkelompok atau beregu).
E. Mamanda
Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. F. Longser
Longser merupakan salah satu bentuk teater tradisional masyarakat sunda, Jawa barat.
G. Ketoprak
Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.
H. Ludruk
Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki.
I. Lenong
Lenong adalah seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi, Jakarta.
J. Ubrug
Seperti umumnya bentuk kesenian, ubrug juga memiliki fungsi estetik dan sosial. Kesenian yang hingga kini masih ada di sejumlah daerah di Banten ini, masih tetap menjadi sarana hiburan bagi sebagian masyarakat.
SENI TEATER MODERN
=== Ciri-ciri Teater Modern === :
- Panggunga tertata
- Ada pengaturan jalan cerita
- tempat panggung tertutup
CONTOH SENI TEATER MODERN
Drama (Yunani Kuno: δρᾶμα)
adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa
Yunani yang berarti "aksi",
"perbuatan".
Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas
panggung, film,
dan atau televisi.
Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera (lihat melodrama).
Drama di Indonesia
Di Indonesia, pertunjukan sejenis drama mempunyai
istilah yang bermacam-macam. Seperti: Wayang
orang, ketoprak, ludruk (di Jawa Tengah dan Jawa Timur), lenong (Betawi), randai (minang), reog (Jawa Barat), rangda (Bali) dan sebagainya.
Unsur-unsur drama
- Naskah drama (tema) Drama Script
- Alur
- Pemain (tokoh)
- Tempat pertunjukan (teater)
- Amanat
- Penonton
Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi.
Film mempunyai banyak jenis genre, seperti Horor, Action, Drama, Thriller, Komedi, Animasi, Fantasi, Romansa.
Roundhay Garden Scene, film pertama yang pernah dibuat
Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron
adalah istilah untuk serial drama sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi.
Dalam bahasa
Inggris, sinetron disebut soap
opera (opera sabun), sedangkan dalam bahasa
Spanyol disebut telenovela.
Menurut hasil wawancara dengan Teguh
Karya, sutradara terkenal asal Indonesia, istilah yang digunakan
secara luas di Indonesia ini pertama kali dicetuskan oleh Soemardjono (salah satu pendiri dan mantan pengajar Institut Kesenian Jakarta).
Jalan cerita
Sinetron pada umumnya bercerita tentang kehidupan
manusia sehari-hari yang diwarnai konflik berkepanjangan. Seperti layaknya drama atau sandiwara, sinetron diawali dengan perkenalan
tokoh-tokoh yang memiliki karakter masing-masing. Berbagai karakter yang
berbeda menimbulkan konflik yang makin lama makin besar sehingga sampai pada
titik klimaksnya. Akhir dari suatu sinetron dapat bahagia maupun sedih,
tergantung dari jalan cerita yang ditentukan oleh penulis skenario.
4. UNSUR-UNSUR
TEATER
UNSUR
POKOK SENI
RUPA TEATER
1.
Pelaku
Para aktor dalam sebuah pertunjukkan drama, mempunyai persoalan sendiri dengan penontonnya. Apa ?
Oscar G. Brockett berpendapat, “Masalah yang dihadapi aktor sepenuhnya unik. Ia adalah salah seorang diantara para seniman yang secara asasi tak dapat bekerja terpisah dengan dirinya sendiri, karena karya seninya diciptakan melalui tubuh dan suara jiwa dan hal-hal yang menyangkut soal rohaniahnya.”
Fungsi pelaku :
Fungsi pelaku dalam permainan drama sebagai penemu dan penafsiran utama peran dan pewujud tafsir peran.
Para aktor dalam sebuah pertunjukkan drama, mempunyai persoalan sendiri dengan penontonnya. Apa ?
Oscar G. Brockett berpendapat, “Masalah yang dihadapi aktor sepenuhnya unik. Ia adalah salah seorang diantara para seniman yang secara asasi tak dapat bekerja terpisah dengan dirinya sendiri, karena karya seninya diciptakan melalui tubuh dan suara jiwa dan hal-hal yang menyangkut soal rohaniahnya.”
Fungsi pelaku :
Fungsi pelaku dalam permainan drama sebagai penemu dan penafsiran utama peran dan pewujud tafsir peran.
2.
Naskah
/ Lakon Drama
Lakon drama disusun menurut teknik yang berbeda dengan novel atau roman, karena lakon drama harus disusun di bawah syarat-syarat pertunjukkan panggung.
Beda novel dengan lakon drama (naskah drama) adalah sebagai berikut :
- Perbedaan teknik, yang disebabkan oleh perbedaan keperluan.
- Novel terutama untuk dibaca, drama untuk dipertunjukkan, dengan para pemain yang memerankan para pelaku
- Novel menerangkan dan menguraikan, sedangkan drama berdasarkan pada tiruan gerak dan bicara.
- Bentuk sastra drama dan asalnya didasarkan syarat gerak di atas panggung.
Beda penulis drama dengan penyair adalah sebagai berikut :
Ø Pada penyair seluruhnya hanya tergantung pada ekspresi jiwanya sendiri.
Ø Penulis drama, bahasanya harus berupa campuran antara sifat subyektif dan sifat obyektif.
Ø Kata yang dipakai oleh penulis drama harus bersegi dua, harus memberi kebebasan pada para pelakunya berbicara, tetapi di dalamnya juga tergambar pribadi pengarangnya.
Naskah drama isinya percakapan (dialog). Percakapan ini disebut ‘wawancang’. Dan keterangan yang biasanya tertulis di dalam tanda kurung ini disebut ‘kramagung’.
· Wawancang atau dialog biasanya tercetak loas, artinya bukan yang ada dalam kurung. Harus dihafal oleh aktor. Sekaligus menciptakan intonasi yang tepat. Dalam wawancang terkandung semua perasaan : marah, jengkel, bimbang, ringang, sedih, dan seterusnya.
· Kramagung, ibarat perintah yang menyuruh aktor berbuat hal-hal yang lahir. Biasanya dicetak dalam tanda kurung.
Naskah yang baik dapat dikatakan, bila naskah itu karya dengan ide baru,
Fungsi Naskah
Oleh Henning Nelms, fungsi naskah adalah :
a. Mengilhami para interpretative artista
b. Mensuplay kata-kata pada pemeran
Unsur Naskah
Unsur-unsur pokok naskah :
1. T e m a
Ide filsafat yang ada dalam suatu drama disebut tema. Tema ini suatu dasar dimana kesatuan (unity) drama itu tiletakkan.
Lakon drama disusun menurut teknik yang berbeda dengan novel atau roman, karena lakon drama harus disusun di bawah syarat-syarat pertunjukkan panggung.
Beda novel dengan lakon drama (naskah drama) adalah sebagai berikut :
- Perbedaan teknik, yang disebabkan oleh perbedaan keperluan.
- Novel terutama untuk dibaca, drama untuk dipertunjukkan, dengan para pemain yang memerankan para pelaku
- Novel menerangkan dan menguraikan, sedangkan drama berdasarkan pada tiruan gerak dan bicara.
- Bentuk sastra drama dan asalnya didasarkan syarat gerak di atas panggung.
Beda penulis drama dengan penyair adalah sebagai berikut :
Ø Pada penyair seluruhnya hanya tergantung pada ekspresi jiwanya sendiri.
Ø Penulis drama, bahasanya harus berupa campuran antara sifat subyektif dan sifat obyektif.
Ø Kata yang dipakai oleh penulis drama harus bersegi dua, harus memberi kebebasan pada para pelakunya berbicara, tetapi di dalamnya juga tergambar pribadi pengarangnya.
Naskah drama isinya percakapan (dialog). Percakapan ini disebut ‘wawancang’. Dan keterangan yang biasanya tertulis di dalam tanda kurung ini disebut ‘kramagung’.
· Wawancang atau dialog biasanya tercetak loas, artinya bukan yang ada dalam kurung. Harus dihafal oleh aktor. Sekaligus menciptakan intonasi yang tepat. Dalam wawancang terkandung semua perasaan : marah, jengkel, bimbang, ringang, sedih, dan seterusnya.
· Kramagung, ibarat perintah yang menyuruh aktor berbuat hal-hal yang lahir. Biasanya dicetak dalam tanda kurung.
Naskah yang baik dapat dikatakan, bila naskah itu karya dengan ide baru,
Fungsi Naskah
Oleh Henning Nelms, fungsi naskah adalah :
a. Mengilhami para interpretative artista
b. Mensuplay kata-kata pada pemeran
Unsur Naskah
Unsur-unsur pokok naskah :
1. T e m a
Ide filsafat yang ada dalam suatu drama disebut tema. Tema ini suatu dasar dimana kesatuan (unity) drama itu tiletakkan.
2. P l o t
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga
menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
cerita.(Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra.)
Tahapan alut atau plot terbagi menjadi lima bagian yaitu :
Tahapan alut atau plot terbagi menjadi lima bagian yaitu :
- Tahap penyituasian (situation)
- Tahap pemunculan konflik (Generating Circumstances)
- Tahap Peningkatan konflik (rising action)
- Tahap Klimaks
- Tahap Penyelesaian (denoument)
·
·
Macam-macam plot atau alur
·
Alur maju atau progresif
Pengungkapan cerita lebih dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini ke masa yang akan datang.
Sorot balik atau regresif
Pengungkapa cerita dari sudut peristiwa peristiwa yang terjadi sebelumnya atau masa lampau ke masa kini.
Alur campuran
Pengungkapan cerita kadang-kadang dijalin atas peristiwa yang terjadi pada masa kini dan masa lampau.
Alur erat
Hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya organic sekali. Tidak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
Alur longgar
Dalam alur longgar hubungan antara peristiwa tidak sepadu sehingga ada kemungkinan untuk menghilangkan salah satu peristiwa, tanpa merusak keuuutuhan cerita.
Alur tunggal
Hanya menceritakan satu episode kehidupan.
Alur ganda
Menceritakn lebih dari satu kehidupan.
Alur menanjak
Jalan cerita terus menaik, tanpa turun, tanpa ada peleraian sampai puncak penyelesaian cerita.
3. S e t t i n g
Penempatan ruang dan waktu yang kita sebut setting, ini sudah termasuk di dalamnya latar belakang pentas.
4. D i a l o g
Dialog adalah merupakan tuntunan dalam seni teater. Dialog-dialog yang dilakukan pemain haruslah mendukung karakter dan melaksanakan plot dari lakon/cerita.
5. Tokoh Cerita
Penggambaran ceritanya direalitaskan oleh pelaku (tokoh cerita). Oleh pengarangnya selalu diberi watak. Sebab perwatakan itu merupakan penampilan keseluruhan.
Tokoh cerita yang terdapat dalam naskah dapat dibagi sebagai berikut :
a. Protagonis : peran utama, yang merupakan pusat/sentral dari cerita
b. Antagonis : peran melawan, dimana dia sering kali menjadi musuh yang menyebabkan konflik terjadi.
c. Tritagonis : peran penengah, bertugas menjadi pendamai atau pengantara protagonis dengan antagonis
d. Peran Pembantu : peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi, tetapi ia diperlukan dalam menyelesaikan cerita.
Alur maju atau progresif
Pengungkapan cerita lebih dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini ke masa yang akan datang.
Sorot balik atau regresif
Pengungkapa cerita dari sudut peristiwa peristiwa yang terjadi sebelumnya atau masa lampau ke masa kini.
Alur campuran
Pengungkapan cerita kadang-kadang dijalin atas peristiwa yang terjadi pada masa kini dan masa lampau.
Alur erat
Hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya organic sekali. Tidak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
Alur longgar
Dalam alur longgar hubungan antara peristiwa tidak sepadu sehingga ada kemungkinan untuk menghilangkan salah satu peristiwa, tanpa merusak keuuutuhan cerita.
Alur tunggal
Hanya menceritakan satu episode kehidupan.
Alur ganda
Menceritakn lebih dari satu kehidupan.
Alur menanjak
Jalan cerita terus menaik, tanpa turun, tanpa ada peleraian sampai puncak penyelesaian cerita.
3. S e t t i n g
Penempatan ruang dan waktu yang kita sebut setting, ini sudah termasuk di dalamnya latar belakang pentas.
4. D i a l o g
Dialog adalah merupakan tuntunan dalam seni teater. Dialog-dialog yang dilakukan pemain haruslah mendukung karakter dan melaksanakan plot dari lakon/cerita.
5. Tokoh Cerita
Penggambaran ceritanya direalitaskan oleh pelaku (tokoh cerita). Oleh pengarangnya selalu diberi watak. Sebab perwatakan itu merupakan penampilan keseluruhan.
Tokoh cerita yang terdapat dalam naskah dapat dibagi sebagai berikut :
a. Protagonis : peran utama, yang merupakan pusat/sentral dari cerita
b. Antagonis : peran melawan, dimana dia sering kali menjadi musuh yang menyebabkan konflik terjadi.
c. Tritagonis : peran penengah, bertugas menjadi pendamai atau pengantara protagonis dengan antagonis
d. Peran Pembantu : peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi, tetapi ia diperlukan dalam menyelesaikan cerita.
e. Tokoh figuran adalah tokoh tambahan
yang perannya tidak penting bagi keutuhan tema
3.
P
e n t a s
Pentas
tidak saja berupa panggung yang terdapat dalam sebuah gedung melainkan
keseluruhan dari gedung, itulah pentas (baik panggung maupun tempat penonton).
Penata dan Penataan Pentas
Penata pentas adalah seorang yang bergerak di bidang seni visual yang mempunyai kepekaan cita rasa teater.
Komposisi Pentas
Komposisi pentas adalah penyusunan yang berarti dan artistic atas bahan-bahan perlengkapan yang ada pada pentas. Antara lain :
1. tampak wajar.
2. menceritakan suatu kisah
3. menggambarkan suatu emosi
4. memberikan Indikasi hubungan tokoh perwatakan yang satu dengan lainnya.
Selain itu, ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam mencapai aspek teknik komposisi, yaitu :
a. Komposisi hendaknya disesuaikan dengan daerah permainan.
b. Ciptakan tata letak bahan-bahannya guna memperoleh gambar yang indah, berarti dan artistic.
c. Cara pengaturan yang ditampilkan harus sanggup menguasai perhatian para penonton.
d. Dalam pengaturan lokasi permainan, hendaknya memperhatikan :
ü Prinsip garis pandang mata
ü Prinsip dinding khayal
ü Prinsip gambar berbingkai
Perlengkapan Pentar (Propertis)
1. Tata Bunyi
Bunyi-bunyian yang terdapat dalam pementasan drama, bertujuan untuk menghidupkan suasana cerita secara kreatifitas.
2. Tata Lampu
Cara pemakaiannya kita harus membedakan antara memerangi dan menyinari. Memerangi adalah cara penggunaan lampu yang hanya sekedar untuk memberi terang. Menyinari adalah cara penggunaan lampu untuk membuat bagian-bagian tertentu dari pentas
3. Tata Dekorasi
Dekorasi adalah pemandangan yang menjadi latar belakang dari sebuah tempat yang digunakan untuk memainkan lakon.
Klasifikasi Dekorasi
1. Ditinjau secara mekanikalnya.
a. Draperies : dekorasi dari bahan yang tak tertulis, yang masih mempertahankan warna-warna aslinya.
b. Dekorasi terlukis : dekorasi ini sering kita lihat dalam pertunjukan-pertunjukan pentas tradisional.
2. Ditinjau dari sudut konstruksi dekorasi terlukis.
a. Flats : Dekorasi berbingkai (seperti bingkai-bingkai lukis) dimana pada kain tersebut dilukisi bentuk-bentuk yang dibutuhkan, misalnya jendela, pintu tiang dan sebagainya.
b. Drops : Dekorasi yang juga terlukis tetapi tidak diberi bingkai, yang biasa di pentas bagian belakang.
c. Plasic pieces : Dekorasi ini dibuat sedemikian rupa, yang berbentuk tiga dimensional.
3. Ditinjau dari sudut struktur setting.
a. Drps dan Wing : Bila sisi/tepi pentas terbuka, sehingga aktor bisa jalan keluar masuk melalui pintu dekorasi.
b. Box : Bila sisi/tepi pentas tertutup, sehingga aktor tidak bisa jalan keluar masuk melalui pintu dekorasi.
4. Ditinjau dari sudut lokasi perwujudannya.
a. Omterrior set : Bila dekorasi yang bersangkutan mempunyai tujuan menggambarkan keadaan di dalam ruangan.
b. Eksterrior set : Bila dekorasi yang bersangkutan mempunyai tujuan menggambarkan keadaan di luar ruangan.
5. Ditinjau dari watak desaign (perencanaannya).
a. Naturalistis : Dekorasi yang menirukan obyek, yang asli, alamiah.
b. Konvensional : Gaya dekorasi yang menirukan konvensi, kebiasaan yang ada yang dilakukan sejak lama dalam teater tradisional.
4. Sutradara
Sutradara adalah pimpinan artistik yang tinggi. Dialah yang menafsirkan naskah untuk diterjemahkan menjadi pertunjukan di pentas.
Fungsi Sutradara :
1. Memilih naskah.
2. Menentukan pokok penafsiran.
3. Memilih pemain.
4. Bekerja dengan staf.
5. Melatih pemain.
6. Mengkoordinasi setiap bagian.
- Memilih naskah.
Pemilihan itu didasarkan atas pertanggung jawaban dari segi falsafi, artistik, etis, dan segi komersial.
- Menentukan pokok penafsiran.
Sebelum memulai pekerjaan , sutradara mengadakan rapat, membicarakan seluk beluk lakon.
- Memilih pemain.
Setelah membagi naskah kepada para pemain maka naskahpun dibaca dan dipelajari.
- Bekerja dengan staf.
Sutradara menentukan siapa-siapa yang duduk dalam stafnya. Yang dipilihnya harus mempunyai pengalaman yang luas, tanpa terikat oleh konsep sutradara.
- Melatih pemain.
Sutradara menentukan hari-hari latihan setelah berbincang-bincang dengan pemain.
- Mengkoordinasi setiap bagian.
Sutradara bukan saja harus berada ditengah-tengah aktor yang berlatih, tetapi ia juga mengkoordinasi segala bentuk pekerjaan, mulai awal sampai akhir
Persyaratan sutradara :
Sebagai seorang sutradara, seniman teater ia dituntut kadar pengetahuannya tentang :
1. Aspek kultural : wawasan masalah kebudayaan.
2. Aspek artistik : wawasan masalah kesenian.
3. Aspek teatral : pengetahuan tentang pentas.
4. Aspek literer : menguasai masalah sastra
Sutradara adalah pemimpin.
Seorang pemimpin layak juga menjadi pengasuh dan pembimbing. Ia adalah guru yang menguasai masalah budaya. dengan terampil.
Langkah penyutradaraan.
Mula-mula ia harus punya naskah sendiri bagian blangko. Kemudian harus mempunyai gambaran mengenai panggung dalam catatan. Disamping hal tersebut diatas, tentunya sutradara sebelum melangkah menuju latihan tidak lupa memilih naskah dulu, menentukan pokok penafsiran, memilih pemain, bekerja dengan staf baru melatih pemain yang disertai dengan mengkoordinasi setiap bagian.
5. Pakaian
Pakaian/kostum/busana pentas yaitu segala sandangan dan perlengkapannya (accessories) yang dikenakan dipentas.
Bagian-bagian kostum pentas :
1. Pakaian dasar.
2. Pakaian kaki.
3. Pakaian tubuh.
4. Pakaian kepala.
5. Perlengkapan pakaian (accessories).
Dimana busana yang bersangkutan harus sanggup mencapai tujuan :
a. Membantu menghidupkan perwatakan pelaku.
b. Mengindividualisasikan peranan.
c. Memberikan fasilitas dan membantu gerak.
Penata dan Penataan Pentas
Penata pentas adalah seorang yang bergerak di bidang seni visual yang mempunyai kepekaan cita rasa teater.
Komposisi Pentas
Komposisi pentas adalah penyusunan yang berarti dan artistic atas bahan-bahan perlengkapan yang ada pada pentas. Antara lain :
1. tampak wajar.
2. menceritakan suatu kisah
3. menggambarkan suatu emosi
4. memberikan Indikasi hubungan tokoh perwatakan yang satu dengan lainnya.
Selain itu, ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam mencapai aspek teknik komposisi, yaitu :
a. Komposisi hendaknya disesuaikan dengan daerah permainan.
b. Ciptakan tata letak bahan-bahannya guna memperoleh gambar yang indah, berarti dan artistic.
c. Cara pengaturan yang ditampilkan harus sanggup menguasai perhatian para penonton.
d. Dalam pengaturan lokasi permainan, hendaknya memperhatikan :
ü Prinsip garis pandang mata
ü Prinsip dinding khayal
ü Prinsip gambar berbingkai
Perlengkapan Pentar (Propertis)
1. Tata Bunyi
Bunyi-bunyian yang terdapat dalam pementasan drama, bertujuan untuk menghidupkan suasana cerita secara kreatifitas.
2. Tata Lampu
Cara pemakaiannya kita harus membedakan antara memerangi dan menyinari. Memerangi adalah cara penggunaan lampu yang hanya sekedar untuk memberi terang. Menyinari adalah cara penggunaan lampu untuk membuat bagian-bagian tertentu dari pentas
3. Tata Dekorasi
Dekorasi adalah pemandangan yang menjadi latar belakang dari sebuah tempat yang digunakan untuk memainkan lakon.
Klasifikasi Dekorasi
1. Ditinjau secara mekanikalnya.
a. Draperies : dekorasi dari bahan yang tak tertulis, yang masih mempertahankan warna-warna aslinya.
b. Dekorasi terlukis : dekorasi ini sering kita lihat dalam pertunjukan-pertunjukan pentas tradisional.
2. Ditinjau dari sudut konstruksi dekorasi terlukis.
a. Flats : Dekorasi berbingkai (seperti bingkai-bingkai lukis) dimana pada kain tersebut dilukisi bentuk-bentuk yang dibutuhkan, misalnya jendela, pintu tiang dan sebagainya.
b. Drops : Dekorasi yang juga terlukis tetapi tidak diberi bingkai, yang biasa di pentas bagian belakang.
c. Plasic pieces : Dekorasi ini dibuat sedemikian rupa, yang berbentuk tiga dimensional.
3. Ditinjau dari sudut struktur setting.
a. Drps dan Wing : Bila sisi/tepi pentas terbuka, sehingga aktor bisa jalan keluar masuk melalui pintu dekorasi.
b. Box : Bila sisi/tepi pentas tertutup, sehingga aktor tidak bisa jalan keluar masuk melalui pintu dekorasi.
4. Ditinjau dari sudut lokasi perwujudannya.
a. Omterrior set : Bila dekorasi yang bersangkutan mempunyai tujuan menggambarkan keadaan di dalam ruangan.
b. Eksterrior set : Bila dekorasi yang bersangkutan mempunyai tujuan menggambarkan keadaan di luar ruangan.
5. Ditinjau dari watak desaign (perencanaannya).
a. Naturalistis : Dekorasi yang menirukan obyek, yang asli, alamiah.
b. Konvensional : Gaya dekorasi yang menirukan konvensi, kebiasaan yang ada yang dilakukan sejak lama dalam teater tradisional.
4. Sutradara
Sutradara adalah pimpinan artistik yang tinggi. Dialah yang menafsirkan naskah untuk diterjemahkan menjadi pertunjukan di pentas.
Fungsi Sutradara :
1. Memilih naskah.
2. Menentukan pokok penafsiran.
3. Memilih pemain.
4. Bekerja dengan staf.
5. Melatih pemain.
6. Mengkoordinasi setiap bagian.
- Memilih naskah.
Pemilihan itu didasarkan atas pertanggung jawaban dari segi falsafi, artistik, etis, dan segi komersial.
- Menentukan pokok penafsiran.
Sebelum memulai pekerjaan , sutradara mengadakan rapat, membicarakan seluk beluk lakon.
- Memilih pemain.
Setelah membagi naskah kepada para pemain maka naskahpun dibaca dan dipelajari.
- Bekerja dengan staf.
Sutradara menentukan siapa-siapa yang duduk dalam stafnya. Yang dipilihnya harus mempunyai pengalaman yang luas, tanpa terikat oleh konsep sutradara.
- Melatih pemain.
Sutradara menentukan hari-hari latihan setelah berbincang-bincang dengan pemain.
- Mengkoordinasi setiap bagian.
Sutradara bukan saja harus berada ditengah-tengah aktor yang berlatih, tetapi ia juga mengkoordinasi segala bentuk pekerjaan, mulai awal sampai akhir
Persyaratan sutradara :
Sebagai seorang sutradara, seniman teater ia dituntut kadar pengetahuannya tentang :
1. Aspek kultural : wawasan masalah kebudayaan.
2. Aspek artistik : wawasan masalah kesenian.
3. Aspek teatral : pengetahuan tentang pentas.
4. Aspek literer : menguasai masalah sastra
Sutradara adalah pemimpin.
Seorang pemimpin layak juga menjadi pengasuh dan pembimbing. Ia adalah guru yang menguasai masalah budaya. dengan terampil.
Langkah penyutradaraan.
Mula-mula ia harus punya naskah sendiri bagian blangko. Kemudian harus mempunyai gambaran mengenai panggung dalam catatan. Disamping hal tersebut diatas, tentunya sutradara sebelum melangkah menuju latihan tidak lupa memilih naskah dulu, menentukan pokok penafsiran, memilih pemain, bekerja dengan staf baru melatih pemain yang disertai dengan mengkoordinasi setiap bagian.
5. Pakaian
Pakaian/kostum/busana pentas yaitu segala sandangan dan perlengkapannya (accessories) yang dikenakan dipentas.
Bagian-bagian kostum pentas :
1. Pakaian dasar.
2. Pakaian kaki.
3. Pakaian tubuh.
4. Pakaian kepala.
5. Perlengkapan pakaian (accessories).
Dimana busana yang bersangkutan harus sanggup mencapai tujuan :
a. Membantu menghidupkan perwatakan pelaku.
b. Mengindividualisasikan peranan.
c. Memberikan fasilitas dan membantu gerak.
E.
Kerabat Produksi
1. P r o d u s e r.
2. S u t r a d a r a.
3. P e n g a r a n g.
4. P e m a i n.
5. Penata pakaian.
6. Penata dekorasi.
7. Penata rias.
8. Penata lampu.
9. Penata musik.
10. Petugas publikasi.
11. Stage manager.
12. Penjual karcis dan pengatur penonton.
1. P r o d u s e r.
2. S u t r a d a r a.
3. P e n g a r a n g.
4. P e m a i n.
5. Penata pakaian.
6. Penata dekorasi.
7. Penata rias.
8. Penata lampu.
9. Penata musik.
10. Petugas publikasi.
11. Stage manager.
12. Penjual karcis dan pengatur penonton.
6. Penonton
Penonton
sebagai apresiator dan penilai drama.
Latar belakang penonton :
a. Penonton peminat.
b. Penonton iseng.
c. Penonton penasaran .
Penonton ingin memperoleh :
1. Kejutan-kejutan.
2. Aktualitas.
3. Penjagaan nilai.
4. Memanfaatkan kekuatan yang ada pada penonton.
5. Rasa percaya terhadap dramanya.
6. Adanya pandangan yang kritis.
Latar belakang penonton :
a. Penonton peminat.
b. Penonton iseng.
c. Penonton penasaran .
Penonton ingin memperoleh :
1. Kejutan-kejutan.
2. Aktualitas.
3. Penjagaan nilai.
4. Memanfaatkan kekuatan yang ada pada penonton.
5. Rasa percaya terhadap dramanya.
6. Adanya pandangan yang kritis.
7. SETTING
Pengertian Latar
1. Tempat waktu ataupun suasana terjadinya peristiwa yang dialami dalam cerpen tersebut.
2. Sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. (Abrams, 1981:175).
3. Latar merupakan background sebuah cerita, tempat kejadian, daerah penuturan atau wilayah yang melingkupi sebuah cerita.
4. Tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
5. Tempat dan waktu (di mana dan kapan) suatu ceritera terjadi. Yang harus diperhatikan dalam latar adalah tidak hanya segi fisik dari latar itu. Latar sebenarnya memberikan informasi yang sangat penting tentang keadaan masyarakat dimana ceritera itu terjadi pada waktu itu.
6. Segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. (Abdurrosyid, 2009)
1. Tempat waktu ataupun suasana terjadinya peristiwa yang dialami dalam cerpen tersebut.
2. Sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. (Abrams, 1981:175).
3. Latar merupakan background sebuah cerita, tempat kejadian, daerah penuturan atau wilayah yang melingkupi sebuah cerita.
4. Tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya, kapan terjadi dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung.
5. Tempat dan waktu (di mana dan kapan) suatu ceritera terjadi. Yang harus diperhatikan dalam latar adalah tidak hanya segi fisik dari latar itu. Latar sebenarnya memberikan informasi yang sangat penting tentang keadaan masyarakat dimana ceritera itu terjadi pada waktu itu.
6. Segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. (Abdurrosyid, 2009)
Macam-macam Latar
1. Latar Tempat
Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita. Penggambaran latar tempat ini hendaklah tidak bertentangan dengan realita tempat yang bersangkutan, hingga pembaca (terutama yang mengenal tempat tersebut) menjadi tidak yakin dengan apa yang kita sampaikan.
2. Latar Waktu
Latar Waktu menggambarkan kapan sebuah peristiwa itu terjadi. Dalam sebuah cerita sejarah, hal ini penting diperhatikan. Sebab waktu yang tidak konsisten akan menyebabkan rancunya sejarah itu sendiri. Latar waktu juga meliputi lamanya proses penceritaan
3. Latar Sosial
Latar sosial mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kondisi tokoh atau masyarakat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di dalamnya adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya, dan sebagainya. Latar sosial sangat penting diketahui secara benar sebagaimana latar tempat, sebab hal ini berkaitan erat dengan nama, bahasa dan status tokoh dalam cerita.
4. Latar Emosional
Latar emosional lebih sering muncul saat membangun konflik, hingga ia memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah cerita. Ada cerita yang secara keseluruhan hanya bercerita tentang konflik emosi seorang tokoh, hingga latar cerita pun total berupa emosi. Latar emosi ini biasanya terbaca melalui dialog-dialog, perenungan dan kecamuk perasaan si Tokoh.
1. Latar Tempat
Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita. Penggambaran latar tempat ini hendaklah tidak bertentangan dengan realita tempat yang bersangkutan, hingga pembaca (terutama yang mengenal tempat tersebut) menjadi tidak yakin dengan apa yang kita sampaikan.
2. Latar Waktu
Latar Waktu menggambarkan kapan sebuah peristiwa itu terjadi. Dalam sebuah cerita sejarah, hal ini penting diperhatikan. Sebab waktu yang tidak konsisten akan menyebabkan rancunya sejarah itu sendiri. Latar waktu juga meliputi lamanya proses penceritaan
3. Latar Sosial
Latar sosial mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kondisi tokoh atau masyarakat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di dalamnya adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya, dan sebagainya. Latar sosial sangat penting diketahui secara benar sebagaimana latar tempat, sebab hal ini berkaitan erat dengan nama, bahasa dan status tokoh dalam cerita.
4. Latar Emosional
Latar emosional lebih sering muncul saat membangun konflik, hingga ia memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah cerita. Ada cerita yang secara keseluruhan hanya bercerita tentang konflik emosi seorang tokoh, hingga latar cerita pun total berupa emosi. Latar emosi ini biasanya terbaca melalui dialog-dialog, perenungan dan kecamuk perasaan si Tokoh.
UNSUR PENDUKUNG SENI
RUPA TEATER
1. TATA
RIAS
1.1 Pengetahuan Tata Rias
Tata rias disini adalah tata
rias pentas, jadi segala sesuatu harus ditujukan untuk membentuk artistik yang
mendukung pemeran dalam sebuah pementasan lakon. Tata rias yaitu bagaimana cara
menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk mewujudkan wajah atau gambaran peran
yang akan dimainkan. Sebagai contoh seorang pemeran dalam kehidupan sehari-hari
mungkin dikenal sebagai seorang pelajar, tetapi dipanggung dia akan menjadi
manusia lain, menjadi seorang pemeran yang digariskan oleh seorang penulis
lakon.
Hal yang perlu diperhitungkan
dalam tata rias pentas yaitu : jarak antara penonton dengan yang ditonton dan
intensitas penyinaran lampu. Dengan memperhitungkan daerah pandang penonton
yang mempunyai jarak antara 4 sampai 6 meter maka akan mempengaruhi
tebal-tipisnya tata rias. Begitu juga dengan intensitas cahaya dan warna cahaya
akan sangat mempengaruhi warna dan kejelas sebuah tata rias.
1.2 Tugas dan Fungsi Tata Rias
Tugas tata rias yaitu membantu memberikan dandanan atau perubahan-perubahan pada para pemain sehingga terbentuk dunia pentas dengan suasana yang kena dan wajar. Tugas ini dapat merupakan fungsi pokok, dapat pula sebagai fungsi bantuan. Sebagai fungsi pokok, misalnya tata rias ini mengubah seorang gadis belia menjadi nenek tua atau seorang wanita memainkan peranan sebagai seorang laki-laki atau sebaliknya. Sebagai fungsi bantuan, misalnya seorang gadis muda harus memainkan peranan sebagai gadis muda, tetapi masih harus memerlukan sedikit riasan muka atau rambut dan hal-hal kecil lainnya.
Tugas tata rias yaitu membantu memberikan dandanan atau perubahan-perubahan pada para pemain sehingga terbentuk dunia pentas dengan suasana yang kena dan wajar. Tugas ini dapat merupakan fungsi pokok, dapat pula sebagai fungsi bantuan. Sebagai fungsi pokok, misalnya tata rias ini mengubah seorang gadis belia menjadi nenek tua atau seorang wanita memainkan peranan sebagai seorang laki-laki atau sebaliknya. Sebagai fungsi bantuan, misalnya seorang gadis muda harus memainkan peranan sebagai gadis muda, tetapi masih harus memerlukan sedikit riasan muka atau rambut dan hal-hal kecil lainnya.
1.3 Kegunaan Tata Rias
a. Merias tubuh berarti merubah hal yang alami menjadi hal yang berguna artinya dengan prinsip mendapatkan daya
guna yang tepat. Bedanya dengan rias cantik adalah kalau rias cantik merubah hal yang jelek menjadi cantik
sedangkan rias untuk teater adalah merubah hal yang alami menjadi hal yang dikehendaki.
b. Mengatasi efek tata lampu yang kuat.
c. Membuat wajah dan badan sesuai dengan peranan yang dimainkan atau dikehendaki
a. Merias tubuh berarti merubah hal yang alami menjadi hal yang berguna artinya dengan prinsip mendapatkan daya
guna yang tepat. Bedanya dengan rias cantik adalah kalau rias cantik merubah hal yang jelek menjadi cantik
sedangkan rias untuk teater adalah merubah hal yang alami menjadi hal yang dikehendaki.
b. Mengatasi efek tata lampu yang kuat.
c. Membuat wajah dan badan sesuai dengan peranan yang dimainkan atau dikehendaki
2. TATA BUSANA
2.1 Pengetahuan Tata Busana
Tata busana sangat berpengaruh terhadap penonton, karena
sebelum seorang pemeran didengar dialognya terlebih dahulu diperhatikan penampilannya.
Maka dari itu, kesan yang ditimbulkannya pada penonton mengenai dirinya
tergantung pada yang tampak oleh mata penonton. Pakaian yang tampak
pertama kali akan membantu menggariskan karakternya, kemudian dari pakaiannya
juga akan memperkuat kesan penonton. Sebelum membicarakan itu semua maka
terlebih dahulu kita mengetahui tentang istilah tata busana pentas atau kostum
pentas.
Segala sandangan dan perlengkapannya (accessories) yang
dikenakan di dalam pentas disebut dengan tata pakaian pentas. Bahkan bisa
pemeran atau penari dalam pentas mengenakan pakaiannya sendiri, maka pakaian
itu beserta perlengkapannya menjadi kostum pentasnya. Busana pentas meliputi
semua pakaian, sepatu, pakaian kepala dan perlengkapannya, baik yang kelihatan
maupun yang kelihatan oleh penonton.
2.2 Tujuan dan Fungsi Tata Busana
Dalam pementasan tidak perlu perlengkapan kostum yang mahal
tetapi yang diperlukan adalah efek dari kostum tersebut pada pementasan. Tata
busana mempunyai tujuan yaitu :
- Membantu penonton agar
mendapatkan suatu ciri atas pribadi peranan.
- Membantu memperlihatkan adanya
hubungan peranan yang satu dengan peranan yang lain, misalnya sebuah
seragam kesatuan.
Agar busana pementasan mempunyai efek yang diinginkan, maka
busana harus menunaikan beberapa fungsi tertentu yaitu :
- Membantu menghidupkan
perwatakan pelaku, artinya sebelum dia berdialog, busana yang dikenakan
sudah menunjukkan siapa dia sesungguhnya, umurnya, kebangsaannya, status
sosialnya, kepribadiannya. Bahkan tata busana dapat menunjukkan hubungan
psikologisnyadengan karakter-karakter lainnya.
- Membantu menunjukkan
individualisasi peranan, artinya warna dan gaya tata busana harus dapat
membedakan peranan yang satu dengan peranan yang lain.
- Membantu memberi fasilitas dan membantu
gerak pelaku, artinya pelaku harus dapat melaksanakan laku atau akting
perannya tanpa terganggu oleh busananya. Busana tidak harus dapat memberi
bantuan kepada pelaku tetapi busana harus sanggup menambah efek visual
gerak, menambah indah dan menyenangkan dilihat disetiap posisi yang
diambil pelaku. Hal ini sebagian besar tergantung pada temperamen dan
kerja sama antara pelaku dan perencana. Pelaku yang pandai dan cukup
latihan biasanya dapat menguasai busana yang sulit untuk dapat mencari
efek visual yang menarik.
2.3 Macam-macam Tata Busana
Dalam penampilannya macam busana pentas bisa digolongkan
dalam berbagai bentuk yaitu: busana historis, modern, nasional, tradisional,
sirkus, fantastis, hewan dan sebagainya.
a. Busana historis yaitu bentuk busana pentas yang spesifik untuk periode-periode berdasarkan sejarah dari kejadian lakon. Misalnya busana jaman Napoleon adalah serba ketat untuk pria dan jurk menjurai di atas lantai dengan rumbai dan rampel meriah bagi wanita. Busana pentas kerajaan Mojopahit akan berbeda dengan kerajaan Mataram.
b. Busana modern yaitu bentuk busana pentas yang digunakan tak berbeda dengan pakaian yang digunakan sehari-hari dimasyarakat.
c. Busana tradisional yaitu bentuk busana yang menggambarkan karakteristik spesifik secara simbolis dan distilir. Busana seperti ini seringkali berlatar belakang sejarah terutama yang berhubungan dengan karakter tradisional, periode dan tempat yang khusus.
d. Busana nasional yaitu busana yang menggambarkan secara khas dari suatu negara dan yang bersangkutan secara historis dan nasional. Misalnya busana tentara Jerman jaman Nazi atau tentara jepang diperang dunia II.
a. Busana historis yaitu bentuk busana pentas yang spesifik untuk periode-periode berdasarkan sejarah dari kejadian lakon. Misalnya busana jaman Napoleon adalah serba ketat untuk pria dan jurk menjurai di atas lantai dengan rumbai dan rampel meriah bagi wanita. Busana pentas kerajaan Mojopahit akan berbeda dengan kerajaan Mataram.
b. Busana modern yaitu bentuk busana pentas yang digunakan tak berbeda dengan pakaian yang digunakan sehari-hari dimasyarakat.
c. Busana tradisional yaitu bentuk busana yang menggambarkan karakteristik spesifik secara simbolis dan distilir. Busana seperti ini seringkali berlatar belakang sejarah terutama yang berhubungan dengan karakter tradisional, periode dan tempat yang khusus.
d. Busana nasional yaitu busana yang menggambarkan secara khas dari suatu negara dan yang bersangkutan secara historis dan nasional. Misalnya busana tentara Jerman jaman Nazi atau tentara jepang diperang dunia II.
3.TATA
PANGGUNG 3.1 Pengetahuan Tata Pentas
Tata pentas bisa disebut juga dengan scenery atau
pemandangan latar belakang(Background) tempat memainkan lakon. Tata
pentas dalam pengertian luas adalah suasana seputar gerak laku di atas pentas
dan semua elemen-elemen visual atau yang terlihat oleh mata yang mengitari
pemeran dalam pementasan. Tata pentas dalam pengertian teknik terbatas yaitu
benda yang membentuk suatu latar belakang fisik dan memberi batas lingkungan
gerak laku. Dengan mengacu pada definisi di atas dapat ditarik suatu pengertian
bahwa tata pentas adalah semua latar belakang dan benda-benda yang ada
dipanggung guna menunjang seorang pemeran memainkan lakon.
Sebelum memahami lebih jauh tentang tata pentas, kita perlu
mengetahui apa yang dimaksud pentas itu sendiri. Pentas menurut Pramana
Padmodarmaya ialah tempat pertunjukan dengan pertunjukan kesenian yang
menggunakan manusia (pemeran) sebagai media utama. Dalam hal ini misalnya
pertunjukan tari , teater tradisional ( ketoprak, ludruk, lenong, longser,
randai makyong, mendu, mamanda, arja dan lain sebagainya), sandiwara atau drama
nontradisi baik sandiwara baru maupun teater kontemporer. Webster
mendefinisikan pentas sebagai suatu tempat yang tinggi dimana lakon-lakon drama
dipentaskan atau suatu tempat dimana para aktor bermain. Sedang W.J.S.
Purwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia menerangkan pentas sebagai
lantai yang agak ketinggian dirumah (untuk tempat tidur) ataupun di dapur
(untuk memasak). Dengan demikian kalau disimpulkan pentas adalah suatu tempat
dimana para penari atau pemeran menampilkan seni pertunjukan dihadapan
penonton.
Selain istilah pentas kita mengenal istilah panggung.
Panggung menurut Purwadarminta ialah lantai yang bertiang atau rumah yang
tinggi atau lantai yang berbeda ketinggiannya untuk bermain sandiwara, balkon
atau podium. Dalam seni pertunjukan panggung dikenal dengan istilah Stage melingkupi
pengertian seluruh panggung. Jika panggung merupakan tempat yang tinggi agar
karya seni yang diperagakan diatasnya dapat terlihat oleh penonton, maka pentas
juga merupakan suatu ketinggian yang dapat membentuk dekorasi, ruang tamu,
kamar belajar, rumah adat dan sebagainya. Jadi beda panggung dengan pentas
ialah pentas dapat berada diatas panggung atau dapat pula di arena atau
lapangan.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan, pentas merupakan
bagian dari panggung yaitu suatu tempat yang ditinggikan yang berisi dekorasi
dan penonton dapat jelas melihat. Dalam istilah sehari-hari sering disebut
dengan panggung pementasan, dan apabila suatu seni pertunjukan dipergelarkan tanpa
menggunakan panggung maka disebut arena pementasan. Sehingga pementasan dapat
diadakan diarena atau lapangan.
Kini yang dianggap pentas bagi seni pertunjukan kontemporer
tidak saja berupa panggung yang biasa terdapat pada sebuah gedung akan tetapi
keseluruhan dari pada gedung itulah pentas, yakni panggung dan
tempat orang menonton. Sebab pada penampilan seni pertunjukan tokoh dapat saja
turun berkomunikasi dengan penontonnya atau ia dapat muncul dari arah penonton.
Seperti istilah Shakespeare bahwa seluruh dunia ini adalah pentas ( all
the word’s stage). Dengan begitu bisa saja setiap lingkungan
masyarakat memiliki sebuah pentas yang memadai dan sesuai untuk mementaskan
sebuah seni pertunjukan.
3.2 Pokok-pokok Persyaratan Set Panggung/Pentas
Set panggung atau pentas (scenery) yaitu
penampilan visual lingkungan sekitar gerak laku pemeran dalam sebuah lakon.
Untuk itu dalam merancang pentas harus memperhatikan aspek-aspek tempat
gerak-laku, memperkuat gerak-laku dan mendandani atau memperindah gerak-laku.
Oleh sebab itu, tugas seorang perancang pentas hendaklah merencanakan set-nya
sedemikian rupa sehingga :
- Dapat memberi ruang kepada
gerak-laku.
- Dapat memberi pernyataan
suasana lakon.
- Dapat memberi pandangan yang
menarik.
- Dapat dilihat dan dimengerti
oleh penonton.
- Merupakan rancangan yang
sederhana
- Dapat bermanfaat terus menerus
bagi pemeran atau pelaku.
- Dapat secara efisien dibuat,
disusun dan dibawa.
- Dapat membuat rancangan yang
menunjukkan bahwa setiap elemen yang terdapat didalam penampilan visual
pentasnya memiliki hubungan satu sama lain.
Oleh karena itu, secara singkat seorang perancang pentas
yang membuat set harus memiliki tujuan yaitu: lokatif, ekspresif, atraktif,
jelas, sederhana, bermanfaat, praktis dan organis.
- Lokatif yaitu penataan pentas
itu harus dapat memberi tempat kepada gerak laku pemeran atau pelaku
pertunjukan.
- Ekspresif yaitu penataan pentas
harus dapat memperkuat gerak-laku dengan memberi penjelasan, menggambarkan
keadaan sekitar dan menciptakan suasana bagi gerak-laku tersebut.
- Atraktif yaitu penataan pentas
itu harus dapat memberi pandangan yang menarik bagi penonton.
- Jelas yaitu penataan pentas itu
harus merupakan rancangan yang dapat dilihat dan dimengerti oleh penonton
dari suatu jarak tertentu.
- Sederhana yaitu penataan pentas
itu harus sederhana. Sederhana tidak berarti bahwa pentas hanya terdiri
dari satu meja dan dua kursi, tetapi penataannya tidak ruwet dan penonton
dapat melihat dan menarik maknanya tanpa memeras pikiran dan perasaan.
- Bermanfaat yaitu penataan
pentas harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat bagi para
pemeran dengan efektif dan seefisien mungkin.
- Praktis yaitu penataan pentas
itu harus dapat secara efisien dibuat, disusun dan dibawa serta dapat
memenuhi kebutuhan teknis pembuatan tata pentas atauscenery.
- Organis yaitu penataan pentas
itu harus dapat menunjukkan setiap elemen yang terdapat didalam penampilan
visual penataannya dan memiliki hubungan satu sama lainnya.
4. TATA
CAHAYA
4.1 Pengetahuan
tata Cahaya
Tata cahaya yaitu
pengaturan sinar atau cahaya lampu untuk menerangi dan menyinari arena
permainan serta menimbulkan efek artistik. Tata cahaya sebelum menggunakan
lampu-lampu listrik yang ada sekarang ini, maka pertunjukan masih
memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penerangannya. Setelah manusia
mengenal api sebagai sumber pemanas dan penerang maka manusia memanfaatkan api
sebagai alat penerang pementasan.
Mula-mula manusia memakai api
unggun sebagai alat penerangan dan sekaligus sebagai alat pemanas, kemudian
setelah ditemukan minyak maka alat penerang berkembang menjadiobor,
blencong, cempor dan lain
sebagainya. Keterbatasan intensitas penerangan dari api, justru memberikan
pengaruh yang indah terhadap gerak-laku pemeran bahkan mampu menimbulkan efek
magis dan mungkin sulit didapat pada teater yang tidak menggunakan cahaya
seperti itu. Goyang-goyang lidah api ditiup angin menimbulkan efek gelap-terang
yang mengundang suasana yang artistik.
Pada saat ini kita telah
termanjakan oleh adanya sumber daya listrik sebagai hasil teknologi yang maju.
Dengan mudahnya mendapat alat dan sumber listrik maka perlu penguasaan dan
penanganan yang lebih serius agar kita tidak terperangkap oleh pencahayaan yang
datar. Oleh karena itu, melalui tata cahaya sebagi salah satu kekuatan artistik
teater maka harus dapat memukau dan mencekam agar penonton betah untuk
menyaksikan jalannya pertunjukan. Jelasnya, sentuhan artistik yang diciptakan
oleh tata cahaya itu harus dapat mengungkapkan dan mendukung pemeranan yang
hidup dan berkesan dalam pada batin penonton. Cahaya yang artistik disini juga
mengandung pengertian cahaya yang dapat menyiapkan perhatian, mengukuhkan
suasana, memperkaya set, dan menciptakan komposisi.
4.2 Tujuan Tata Cahaya
a.) Menerangi dan menyinari pentas dan
Pemeran
Menerangi yaitu
cara menggunakan lampu sekedar untuk memberi terang dan melenyapkan gelap. Jadi
semua pentas dan barang-barang yang ada, baik yang penting maupun yang tidak
penting semua diterangi. Menyinari yaitu cara menggunakan lampu untuk membuat
bagian-bagian pentas sesuai dengan keadaan dramatik lakon. Jadi dengan
menyinari daerah-daerah tertentu maka ada sesuatu atau suasana yang lebih yang
hendak ditonjolkan agar tercapai efek dramatik.
b.) Mengingatkan efek cahaya alamiah. Maksudnya, menentukan keadaan jam, musim, cuaca, keadaan dengan
menggunakan tata cahaya.
b.) Mengingatkan efek cahaya alamiah. Maksudnya, menentukan keadaan jam, musim, cuaca, keadaan dengan
menggunakan tata cahaya.
c.) Membantu melukiskan dekor atau scenery dalam menambah nilai warna
sehingga tercapai adanya sinar dan
bayangan menonjolkan fungsi dekorasi.
bayangan menonjolkan fungsi dekorasi.
d.) Membantu permainan lakon dengan cara membantu menciptakan suasana
kejiwaan.
4.3 Fungsi Tata Cahaya
a.) Mengadakan pilihan bagi segala hal yang diperlihatkan, maksudnya adalah dengan tata cahaya mencoba
membiarkan penonton dapat melihat dengan enak dan jelas.
a.) Mengadakan pilihan bagi segala hal yang diperlihatkan, maksudnya adalah dengan tata cahaya mencoba
membiarkan penonton dapat melihat dengan enak dan jelas.
b.) Mengungkapkan bentuk sehingga objek
yang kena cahaya akan menampakkan bentuknya yang wajar, maka dari itu
penyebaran sinar harus memiliki tinggi-rendah derajat pencahayaan yang memberikan keaneka ragaman hasil
perbedaan tinggi-rendahnya derajat pencahayaan itu.
penyebaran sinar harus memiliki tinggi-rendah derajat pencahayaan yang memberikan keaneka ragaman hasil
perbedaan tinggi-rendahnya derajat pencahayaan itu.
c.) Membuat gambar wajar, disini termasuk
cahaya lampu tiruan yang menciptakan gambaran cahaya wajar yang
memberi petunjuk-petunjuk terhadap waktu sehari-hari, waktu setempat dan musim. Disamping itu juga termasuk
pembuatan cahaya lampu tiruan di dalam set interior, misalnya cahaya lilin, lampu kerudung, lampu dinding dan
lain-lain.
memberi petunjuk-petunjuk terhadap waktu sehari-hari, waktu setempat dan musim. Disamping itu juga termasuk
pembuatan cahaya lampu tiruan di dalam set interior, misalnya cahaya lilin, lampu kerudung, lampu dinding dan
lain-lain.
d.) Membuat komposisi, yaitu menggunakan
unsur cahaya berdasar atas rancangan, sehingga melahirkan suatu
komposisi yang menunjang kehadiran para pemerannya. Cahaya lampu harus diatur sedemikian rupa sehingga
dapat memusatkan perhatian penonton pada setiap gerakkan pemeran dan menimbulkan gagasan baru.
komposisi yang menunjang kehadiran para pemerannya. Cahaya lampu harus diatur sedemikian rupa sehingga
dapat memusatkan perhatian penonton pada setiap gerakkan pemeran dan menimbulkan gagasan baru.
e.) Menciptakan suasana, yaitu dengan
menata cahaya maka diharapkan akan menimbulkan perasaan atau efek
kejiwaan penonton. Cara yang ditempuh yaitu dengan pemakaian warna dan cahaya keteduhan.
kejiwaan penonton. Cara yang ditempuh yaitu dengan pemakaian warna dan cahaya keteduhan.
5. TATA MUSIK
5.1 Pengetahuan Tata Bunyi
Seni teater dalam pementasanya mengandung dua unsur yaitu
rupa dan suara. Unsur rupa pada pementasan termasuk tata pentas atau dekorasi,
tata busana, tata rias dan tata cahaya sedangkan tata suara termasuk dialog
yang diucapkan, musik dan efek bunyi. Tata suara (sebenarnya tata bunyi) bisa
diartikan sebagai cara untuk mengatur musik, efek bunyi maupun berbagai
bunyi-bunyian yang mendukung terciptanya suasana sehingga muncul nuansa
emosional yang tepat. Tata bunyi juga diharapkan membantu imajinasi
penonton untuk lebih bisa membayangkan dan merasakan suasana kejadian dalam
lakon.
Hal yang perlu diperhatikan dalam tata bunyi yaitu : Dialog
– Efek bunyi – Musik. Ketiganya bisa kita pergunakan bersama-sama,
kadang-kadang hanya dua atau hanya satu saja. Agar pertunjukan enak didengar
dan dilihat kita harus memperhatikan volume dari ketiga bahan tersebut, artinya
volume apa yang harus keras dan volume apa yang harus lemah. Disini volume
berfungsi seperti spotlight maksudnya bunyi apa yang
diutamakan dalam adegan tersebut, apa efek bunyi, musik atau dialog.
5.2 Efek Bunyi
Efek bunyi bisa dihasilkan dari alat musik, suara manusia atau
benda-benda yang kita buat secara sederhana yang berfungsi untuk membantu
penonton agar lebih dapat membayangkan apa yang terjadi didalam lakon.
Penggunaan efek bunyi ini tidak bisa sembarang tetapi harus sesuai dan
mempunyai tujuan. Cara sederhana membuat efek bunyi di antaranya sebagai
berikut.
- Bunyi pintu, (bila pintu dibuka
atau ditutup akan kedengaran bunyi gerendel dan benturan daun pintu)
caranya kita buat pintu dalam kotak kecil yang dilengkapi dengan gerendel,
jika ditempatkan di dekat mikropon maka bunyinya akan menyerupai bunyi
yang sesungguhnya.
- Bunyi jam dengan menggunakan
kotak logam dan pensil atau volpen yang digerakkan ke kiri dan ke kanan.
- Bunyi halilintar dengan
menjatuhkan seng atau memukulinya.
- Bunyi tembakan dengan
memecahkan balon atau memukul benda keras.
- Bunyi kapal terbang dengan
merekam bunyi pesawat dilapangan atau lipatan karton tipis yang
disentuhkan pada baling-baling kipas listrik dan dikeraskan dengan
mikropon. Dan masih banyak lagi asal kita mau melakukan percobaan.
5.3 Musik
Musik dalam teater mmpunyai kedudukan yang penting karena
penonton akan mudah untuk membayangkan atau mempengaruhi imajinasinya. Musik
yang baik dan tepat bisa membantu rtis membawakan warna dan emosi peran dalam
adegan. Musik juga dapat dipakai sebagai awal dan penutup adegan atau sebagai
jembatan antara adegan yang satu dengan adegan yang lain.
5.4 Mikrofon
Mikrofon adalah alat teknik yang berguna untuk memperbesar
volume suara, bunyi, efek bunyi dan musik. Dalam teater mikrofon bisa sangat
membantu tetapi juga sering membuat repot, karena masih banyak peristiwa
kesalahan teknis tata letak mikrofon, kurang tahu cara mempergunakannya dan
kurang tahu jenis dan fungsinya. Ini ada sebagian dari jenis mikrofon dan tata
letaknya.
- Mikrofon omni atau nondirectional,
dapat dipergunakan dari segala penjuru dan hasilnya sama.
- Mikrofon Bidirectional, baik digunakan dari arah
depan dan belakang.
- Mikrofon Unidirectional,
baik digunakan dari arah depan saja.
- Mikrofon meja dan atau lantai,
bentuknya kecil khusunya ditempatkan pada meja atau lantai.
- Mikrofon lapel, dikaitkan pada
baju atau dikalungkan dileher sehingga tidak mudah terlihat oleh penonton.
- Mikrofon Boom, dilengkapi
dengan batang panjang sehingga bisa diatur mendekat atau menjauh dari actor.
Musik diaransemen sebagai
bunyi-bunyian yang melekat dengan karakter tokoh yang akan hadir dalam
pertunjukan. Bunyi dalam teater dikategorikan menjadi bunyi alami, atau
bunyi-bunyi alam, bunyi perangkat atau alat mesin, seperti mobil, mesin pabrik
dsb., dan bunyi yang dikarenakan adanya aksi tertentu seperti bunyi meja
ditendang, batu dilempar dsb. (Nur Sahid: 2004). Bunyi-bunyi tersebut diolah
dengan menggunakan alat-alat musik untuk menghasilkan efek suara yang mendukung
lakuan aktor dan spectakle pemanggungan. Musik dalam pertunjukan teater juga
dipahami sebagai lagu dan atau tembang. Musik dalam hal ini mengacu pada fungsi
praktisnya, menunjuk secara spesifik pada situasi sosial masyarakat
pendukungnya. Disamping itu musik juga sebagai penanda peristiwa yang akan
menjadi konteks pertunjukan teater. Musik dalam pertunjukan teater dimainkan
secara live (hidup-langsung) sebagai bagian kesatuan pertunjukan.
Adapun musik dalam teater terdiri dari :
1.
Musik
pembuka
2.
Musik
pengiring
3.
Musik
suasana
4.
Musik
penutup
1. Pengertian musik
pembuka
Merupakan musik di awal pertunjukan
teater.
Fungsinya:
Untuk
merangsang imajinasi para penonton dalam memberikan sedikit gambaran mengenai
pertunjukan teater yang akan di sajikan, atau bisa juga untuk pengkondisian
penonton.
2. Pengertian musik pengiring
Merupakan musik yang digunakan unruk
mengiringi pertunjukan di beberapa adegan pertunjukan teater atau perpindahan
adegan/ setting.
Fungsinya:
Untuk
memberikan sentuhan indah dan manis agar ritme permainan seimbang dengan porsi
permainan per adegan( tidak semua adengan di beri musik hanya poin-poin adengan
tertentu yang dirasa perlu karena dapat merusak keseimbangan
pertunjukan),seperti susana , lampu , setting , kostum, mimik ekspresi, serta property.
3. Pengertian musik suasana
Musik yang menghidupkan irama
permainana serta suasana dalam pertunjukan teater baik senang maupun gembira,
sedih, tragis.
Fungsinya:
Untuk
memberikan ruh permainan yang menarik, indah, dan terlihat jelas antara klimaks
dan anti klimaksnya.
4. pengertian musik penutup
Musik terakir dalam dalam pementasan
teater
Fungsinya:
Untuk
memeberikan kesan dan kesan dari pertunjukan teater yang disajikan baik yang
bersifat baik , buruk, gembira, sedih, sebagai pelajaran dan cermin moral
penikmat seni teater.
Sarat
arranger musik / pemusik teater:
1.
Minimal
menguasai 1 atau 2 alat musik
2.
Memiliki
wawasan luas mengenai musik
3.
Menguasai
bebarapa aliran musik
4.
Rajin
dan tekun mendengarkan referensi musik
5.
Terus
mencoba melakukan experimen musik baik dalam bentuk intrumen, lagu ataupun
kolaborasi.
6.
Mengusai
teknis dalam penggunaan alat musik yang berhubungan langsung dengan sound
sistem.
6. TATA
SUARA
A.
TATA SUARA
Yang dimaksud tata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara (sound system), melainkan juga musik pengirin. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton.
Musik pengiring dimainkan dibelakang layar agar tidak terlihat penonton. Kalau terlihat, permainan drama kurang baik, karena ada semacam persaingan antara pemain musik dan pemain drama di panggung.
Tugas mengatur tata suara ini dapat didobel oleh juru musik. Akan tetapi jika dibutuhkan sound effect yang cukup banyak, harus ada petugas tersendiri. Suara yang mengiringi suatu adegan atau sebelum/sesudah adegan, bahkan mungkin juga mengakhiri adegan atau mengakhiri pertunjukan adalah sesuatu yang harus disiapkan secara matang dan menyuarakannya harus tepat waktu (tidak terlambat atau terlalu cepat).
Peran suara ini benar-benar menentukan jika menjadi pelengkap adegan yang ikut diucapkan dalam dialog para pelakunya. Suara-suara yang memberi efek itu, misalnya suara tangis, suara anjing melolong, suara marga satwa, suara air terjun, dan sebagainya. Suara-suara itu akan meyakinkan penonton terhadap adegan yang sedang ditonton.
Baik musik maupun sound effect hanya berperan untuk memberi efek psikologis dan menghidupkan adegan. Sebab itu, juru musik dan juru suara harus mementingkan lakon lebih dari terbuai atas musik atau suaranya. Musik dan suara itu mengabadi pada lakon. Disuarakan tepat pada waktunya, dan cepat diperkecil volumenya, lamat-lamat, untuk menghilangkan secara bertahap jika dialog sudah berjalan. Musik dan suara yang melebihi porsi akan menggangu, bahkan dapat menggagalkan lakon.
Secara teknis sumber listrik untuk lampu, sound dan musik ini hendaknya dibedakan. Demikian pula, jika diberikan pengeras untuk musik dan sound, hendaknya dibedakan dengan pengerassuara untuk pentas. Jika salah satu terganggu tidak akan menggangu seluruhnya. Dan jika disuruh memilih, maka pengersa untuk pentas, unutk dialig aktor merupakan pengeras yang paling vital tidak boleh tertanggu.
6.1 Tata Musik
Peranan musik dalam pertunjukan drama sangatllah penting. Musik dapat menjadi bagian lakon, tetapi yang terbanyak adalah sebagai ilustrasi, baik sebagai pembuka seluruh lakon, pembuka adegan, memberi efek pada lakon, maupun sebagai penutup lakon. Tata suara berfungsi memberikan efek suara yang diperlukan lakon, seperti suara ketepak kaki kuda, tangis, bunyi tembakan, bunyi kereta api, mobil, burung berkicau, dan sebagainya. Untuk memberikan efek tertentu, musik sering digabung dengan suara (sound effect). Misalnya dalam memberi efek terkejut, panik, tegang, sedih, gembira meluap-luap, perkelahian, musik berbaur dengan sound efect sangat menghidupkan adegan. Musik disamping sering harus digunakna bersama sound effect, juga dengan komponen pentas yang lain. Misalnya untuk menggambarkan suasana hujan angin dengan suasana kalut, musik dibantu oleh bunyi hujan, bunyi guruh dan petir, serta kilat yang diperoleh dari tata lampu.
Fungsi yang diharapkan dari tata musik dirumuskan sebagai berikut :
a.) Memberikan ilustrasi yang memperindah. Karya drama merupakan karya seni. Maka perlu ada penghiasnya. Kalau tanpa hiasan rasanya cemplang. Hiasan pada awal dapat memikat penonton, dan membawa ke arah perhatian pada pentas. Hiasan pasa akhir lakon sekaligus mempersilahkan penonton pulang.
b.) Memberikan latar belakang. Latar belakang ini dapat berarti latar belakang kebudayaan, latar belakang sosial, atau keagamaan. Dapat juga latar belakang karakter. Begitu mendengar gamelan Jawa, maka kita langsung terkesan bahwa adegan ini berlatar belakang Jawa. Musik hingar bingar yang mengikuti selera masa kini, dapat memberi latar belakang adegan kaum muda. Latar belakang Kristiani atau Muslim dapat diberikan dengan musik khas dari agama tersebut. Latar belakang watak kasar atau halus dapat diberikan melalui musik dengan nada dan irama yang spesifik.
c.) Memberikan warna psikologis. Untuk menggambarkan warna psikologis peran, musik sangatlah besar manfaatnya. Peran yang sedih, kacau, terkejut, gembira, semua dapat diberikan tekanan dengan musik yang sesuai. Dalam wayang dan ketoprak adegan perang tidak pernah hidup tanpa iringan gamelan yang cocok. Demikian pula adegan cekcok dalam drama, membutuhkan iringan musik yang sesuai. Ada kalanya terjadi adegan tanpa dialog. Pada saat ini musik memegang peran yang sangat penting untuk memberikan warna psikologis pada pemain. Warna psikologis yang didukung oleh musik dapat warna individual, terlebih adalah warna psikologis dari adegan.
d.) Memberi tekanan kepada nada dasar drama. Nada dasar drama harus dipahami oleh penonton. Dengan musik yang sesuai yang dapat mengungkap jiwa dari drama itu, penonton akan terhanyut ikut terlibat dalam dalam suasana batin yang pokok dari drama tersebut.
e.) Membantu dalam penanjakan lakon, penonjolan, dan progresi. Di samping itu juga membantu pemberian isi serta meningkatkan irama permainan. Semua ini berhubungan dengan alur dramatik yang menanjak menuju titik klimaks. Dalam wayang dapat disimak, bahwa jenis iringan gamelan semakin malam semakin berirama keras, karena untuk keperluan meningkatkan tempo permainan dan menanjakkan konflik.
f.) Memberi tekanan pada keadaan yang mendesak. Misalnya mendengar berita tidak disangka-sangka, dengan musik yang cocok, tanggapan perasaan peran dapat lebih nyata daripada dengan ucapan.
g.) Memberikan selingan. Variasi di pentas sangat perlu. Semua itu agar penonton tidak lelah dan bosan.
6.2 Ilustrasi dan Efek Suara
Di pentas dipasang pengeras suara dengan microphone yang cukup memadai. Peran microphone ini sangat penting, sebab jika lakon drama ada pada dialog. Jika microphone tidak cukup dan tidak kuat kepekaannya (sensitif), maka kegagalan akan terjadi karena dialog tidak dapat didengar penonton. Pengeras suara sebaiknya menyewa yang cukup sensitif dengan daya watt out put yang besar, selain itu dipasang microphone yang memadai sehingga dialog akan dapat didengar penonton.
Yang dimaksud tata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara (sound system), melainkan juga musik pengirin. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton.
Musik pengiring dimainkan dibelakang layar agar tidak terlihat penonton. Kalau terlihat, permainan drama kurang baik, karena ada semacam persaingan antara pemain musik dan pemain drama di panggung.
Tugas mengatur tata suara ini dapat didobel oleh juru musik. Akan tetapi jika dibutuhkan sound effect yang cukup banyak, harus ada petugas tersendiri. Suara yang mengiringi suatu adegan atau sebelum/sesudah adegan, bahkan mungkin juga mengakhiri adegan atau mengakhiri pertunjukan adalah sesuatu yang harus disiapkan secara matang dan menyuarakannya harus tepat waktu (tidak terlambat atau terlalu cepat).
Peran suara ini benar-benar menentukan jika menjadi pelengkap adegan yang ikut diucapkan dalam dialog para pelakunya. Suara-suara yang memberi efek itu, misalnya suara tangis, suara anjing melolong, suara marga satwa, suara air terjun, dan sebagainya. Suara-suara itu akan meyakinkan penonton terhadap adegan yang sedang ditonton.
Baik musik maupun sound effect hanya berperan untuk memberi efek psikologis dan menghidupkan adegan. Sebab itu, juru musik dan juru suara harus mementingkan lakon lebih dari terbuai atas musik atau suaranya. Musik dan suara itu mengabadi pada lakon. Disuarakan tepat pada waktunya, dan cepat diperkecil volumenya, lamat-lamat, untuk menghilangkan secara bertahap jika dialog sudah berjalan. Musik dan suara yang melebihi porsi akan menggangu, bahkan dapat menggagalkan lakon.
Secara teknis sumber listrik untuk lampu, sound dan musik ini hendaknya dibedakan. Demikian pula, jika diberikan pengeras untuk musik dan sound, hendaknya dibedakan dengan pengerassuara untuk pentas. Jika salah satu terganggu tidak akan menggangu seluruhnya. Dan jika disuruh memilih, maka pengersa untuk pentas, unutk dialig aktor merupakan pengeras yang paling vital tidak boleh tertanggu.
6.1 Tata Musik
Peranan musik dalam pertunjukan drama sangatllah penting. Musik dapat menjadi bagian lakon, tetapi yang terbanyak adalah sebagai ilustrasi, baik sebagai pembuka seluruh lakon, pembuka adegan, memberi efek pada lakon, maupun sebagai penutup lakon. Tata suara berfungsi memberikan efek suara yang diperlukan lakon, seperti suara ketepak kaki kuda, tangis, bunyi tembakan, bunyi kereta api, mobil, burung berkicau, dan sebagainya. Untuk memberikan efek tertentu, musik sering digabung dengan suara (sound effect). Misalnya dalam memberi efek terkejut, panik, tegang, sedih, gembira meluap-luap, perkelahian, musik berbaur dengan sound efect sangat menghidupkan adegan. Musik disamping sering harus digunakna bersama sound effect, juga dengan komponen pentas yang lain. Misalnya untuk menggambarkan suasana hujan angin dengan suasana kalut, musik dibantu oleh bunyi hujan, bunyi guruh dan petir, serta kilat yang diperoleh dari tata lampu.
Fungsi yang diharapkan dari tata musik dirumuskan sebagai berikut :
a.) Memberikan ilustrasi yang memperindah. Karya drama merupakan karya seni. Maka perlu ada penghiasnya. Kalau tanpa hiasan rasanya cemplang. Hiasan pada awal dapat memikat penonton, dan membawa ke arah perhatian pada pentas. Hiasan pasa akhir lakon sekaligus mempersilahkan penonton pulang.
b.) Memberikan latar belakang. Latar belakang ini dapat berarti latar belakang kebudayaan, latar belakang sosial, atau keagamaan. Dapat juga latar belakang karakter. Begitu mendengar gamelan Jawa, maka kita langsung terkesan bahwa adegan ini berlatar belakang Jawa. Musik hingar bingar yang mengikuti selera masa kini, dapat memberi latar belakang adegan kaum muda. Latar belakang Kristiani atau Muslim dapat diberikan dengan musik khas dari agama tersebut. Latar belakang watak kasar atau halus dapat diberikan melalui musik dengan nada dan irama yang spesifik.
c.) Memberikan warna psikologis. Untuk menggambarkan warna psikologis peran, musik sangatlah besar manfaatnya. Peran yang sedih, kacau, terkejut, gembira, semua dapat diberikan tekanan dengan musik yang sesuai. Dalam wayang dan ketoprak adegan perang tidak pernah hidup tanpa iringan gamelan yang cocok. Demikian pula adegan cekcok dalam drama, membutuhkan iringan musik yang sesuai. Ada kalanya terjadi adegan tanpa dialog. Pada saat ini musik memegang peran yang sangat penting untuk memberikan warna psikologis pada pemain. Warna psikologis yang didukung oleh musik dapat warna individual, terlebih adalah warna psikologis dari adegan.
d.) Memberi tekanan kepada nada dasar drama. Nada dasar drama harus dipahami oleh penonton. Dengan musik yang sesuai yang dapat mengungkap jiwa dari drama itu, penonton akan terhanyut ikut terlibat dalam dalam suasana batin yang pokok dari drama tersebut.
e.) Membantu dalam penanjakan lakon, penonjolan, dan progresi. Di samping itu juga membantu pemberian isi serta meningkatkan irama permainan. Semua ini berhubungan dengan alur dramatik yang menanjak menuju titik klimaks. Dalam wayang dapat disimak, bahwa jenis iringan gamelan semakin malam semakin berirama keras, karena untuk keperluan meningkatkan tempo permainan dan menanjakkan konflik.
f.) Memberi tekanan pada keadaan yang mendesak. Misalnya mendengar berita tidak disangka-sangka, dengan musik yang cocok, tanggapan perasaan peran dapat lebih nyata daripada dengan ucapan.
g.) Memberikan selingan. Variasi di pentas sangat perlu. Semua itu agar penonton tidak lelah dan bosan.
6.2 Ilustrasi dan Efek Suara
Di pentas dipasang pengeras suara dengan microphone yang cukup memadai. Peran microphone ini sangat penting, sebab jika lakon drama ada pada dialog. Jika microphone tidak cukup dan tidak kuat kepekaannya (sensitif), maka kegagalan akan terjadi karena dialog tidak dapat didengar penonton. Pengeras suara sebaiknya menyewa yang cukup sensitif dengan daya watt out put yang besar, selain itu dipasang microphone yang memadai sehingga dialog akan dapat didengar penonton.
5.
BLOCKING
Yang dimaksud dengan blocking adalah kedudukan tubuh pada saat
diatas pentas. Dalam permainan drama, blocking yang baik
sangat diperlukan, oleh karena itu pada waktu bermain kita harus selalu
mengontrol tubuh kita agar tidak merusak blocking. Yang dimaksud
dengan blocking yang baik adalah blocking tersebut
harus seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta
wajar.
- Seimbang
Seimbang
berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada diatas panggung (setting)
tidak mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan adanya kesan berat
sebelah. Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh pemain atau
benda-benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai keseimbangan
panggung ini akan disampaikan pada bagian mengenai “Komposisi Pentas “.
- Utuh
Utuh
berarti blocking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu
kesatuan. Semua penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling
menunjang dan tidak saling menutupi.
- Bervariasi
Bervariasi
artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja, melainkan membentuk
komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak jenuh. Keadaan seorang pemain
jangan sama dengan kedudukan pemain lainnya. Misalnya sama-sama berdiri,
sama-sama jongkok, menghadap ke arah yang sama, dsb. Kecuali kalau memang
dikehendaki oleh naskah.
- Memiliki titik pusat
Memiliki
titik pusat artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat perhatian. Hal
ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan mempermudah
penonton untuk melihat dimana sebenarnya titik pusat dari adegan yang
sedang berlangsung. Antara pemain juga jangan saling mengacau sehingga akan
mengaburkan dimana sebenarnya letak titik perhatian.
- Wajar
Wajar
artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak wajar,
tidak dibuat-buat. Disamping itu setiap penempatan juga harus memiliki motivasi
dan harus beralasan.
Dalam drama kontemporer kadang-kadang naskah tidak menuntut blocking yang
sempurna, bahkan kadang-kadang juga sutradara atau naskah itu sendiri sama
sekali meninggalkan prinsip-prinsipblocking. Ada juga naskah yang menuntut adanya
gerak-gerak yang seragam diantara para pemainnya.
6. FUNGSI SENI TEATER
FUNGSI
PENDIDIKAN TEATER
Pendidikan Seni
Teater ditekankan pada Pengetahuan tentang Proses Berteater Saja, yang hanya
merupakan alat dan Bukan Tujuan. Dalam hal ini Teater akan memberikan
Pendidikan tentang Bagaimana :
1. Membentuk Kepribadian dan Perwatakan Pelakunya.
2. Memupuk Kepercayaan pada diri sendiri Guna menuju pada Kemandirian Hidup
3. Belajar Bekerjasama dengan Orang Lain
4. Belajar Bekerja secara Kolektif
5. Memupuk Ketrampilan dalam menggunakan Bahasa Indonesia
6. Memupuk Ketrampilan dalam Mengutarakan Pikiran, Ide/Gagasan yang didahului
dengan melakukan Observasi / Pengamatan / Penelitian.
7. Mengembangkan Kepekaan Rasa Keindahan (Apresiasi Estetik)
8. Menghargai (Mengapresiasi) Hasil Karya Seni
9. Belajar Berorganisasi dan Memimpin Kegiatan
10. Belajar Menjadi Manajer (Pemimpin)
Dengan Demikian Seni TEATER sebagai Salah Satu bentuk Kesenian, memiliki Fungsi
sebagai Media Pendidikan untuk Bidang lain.
Sifat Seni Teater yang berwujud Permainan dapat menggambarkan Perwatakan
Manusia dan Mempermasalahkan Konflik Kehidupan Manusia yang ada. Dilihat dari
Sudut Pendidikan Kepribadian dan Perwatakan, Bekal Pengetahuan Seni Teater yang
dimiliki siswa mampu membuat siswa tidak Canggung dalam menghadapi Pergaulan
dalam Hidup bermasyarakat. Meraka dapat bergaul, dapat berbicara lancar dalam
mengemukakan Pendapatnya.
Teater dapat berfungsi sebagai
bermacam-macam sarana, antara lain:1). Seremonial, seperti dalam upacara kepada
dewa-dewa Yunanikuno, Teater Gereja2). Kontrol sosial, sebagai sarana untuk
menyikapi fenomena gejalakehidupan sosial dan masyarakat3). Propaganda, Teater
dapat digunakan sebagai alat propaganda/kampanye4). Rekreasi, Teater sebagai
sarana hiburan5). Pendidikan, Teater sebagai sarana menyampaikan
nilai-nilaipendidikan dengan metode pengajaran dalam peragaan lakondrama.Dalam
hal ini Teater difungsikan sebagai sarana peningkatankepercayaan diri, karena
dalam kaitannya dengan dunia pendidikanTeater akan membentuk kepercayaan diri
terhadap siswa melaluisarana pendidikan. Pengembangan kepercayaan diri pada
siswa dapattermanifestasikan dengan berbagai pelatihan yang diberikan,
antaralain pelatihan sebagai aktor dalam sebuah pementasan. Dalam sebuah
penggarapan naskah drama tujuan utamabukanlah sebuah pementasan yang dilakukan
diatas panggungmelainkan penghayatan peran yang dilakukan oleh seorang
aktorterhadap lakon yang ia mainkan. Maka disini aktor tidak dididik untukaktor
tangguh diatas panggung saja melainkan menjadi aktor yang bisamemerankan
perannya di kehidupan sehari-hari.Tentu saja dalam mentransformasikan peran
yang dilakukanperlu adanya adaptasi yang tinggi sehingga, p r i l a k u y a n g
t e r b e n t u k a k a n s e s u a i d e n g a n k o n s e p sosial yang ada
di lingkungan ia berperan.(disini akan membentuk aktor bukan untuk menjadi……. )
FUNGSI TEATER SECARA UMUM :
1. Teater Berfungsi untuk keperluan Upacara
Asal mula teater digunakan untuk kepentingan upacara, yaitu upacara persembahan kepada dewa Dyonesos dan upacara pesta untuk dewa Apollo. Teater di Indonesia juga ada yang berfungsi untuk keperluan upacara. Teater ini biasanya disebut teater tradisional. Teater yang berfungsi untuk kepentingan upacara tidak membutuhkan penonton karena penontonnya adalah bagian dari peserta upacara itu sendiri.
2. Teater sebagai Media Ekspresi
Teater merupakan salah satu bentuk seni. Jika seni musik menekankan pada suara, seni teater menekankan pada laku dan dialog. Seniman teater akan mengekspresikan seninya dalam bentuk gerakan tubuh dan ucapan-ucapan.
3. Teater Berfungsi sebagai Sarana Hiburan
Pengertian teater dapat berhubungan dengan tempat, tetapi dapat juga berhubungan dengan kegiatan pertunjukan. Teater dibutuhkan oleh lingkungan masyarakat untuk hiburan. Oleh karena itu, teater perlu dipersiapkan dengan baik sehigga jika dipentaskan, penonton akan merasa terhibur.
4. Teater sebagai Media Pendidikan
Teater adalah seni kolektif, artinya teater tidak bisa dikerjakan oleh satu orang, tetapi harus dikerjakan oleh banyak orang. Lewat teater, orang akan diajak untuk berorganisasi dan bekerjasama. Jika dipentaskan, teater akan memberikan pesan-pesan kepada penonton. Melalui cerita, penonton tidak terasa dididik untuk mengerti kebaikan dan kejahatan.
1. Teater Berfungsi untuk keperluan Upacara
Asal mula teater digunakan untuk kepentingan upacara, yaitu upacara persembahan kepada dewa Dyonesos dan upacara pesta untuk dewa Apollo. Teater di Indonesia juga ada yang berfungsi untuk keperluan upacara. Teater ini biasanya disebut teater tradisional. Teater yang berfungsi untuk kepentingan upacara tidak membutuhkan penonton karena penontonnya adalah bagian dari peserta upacara itu sendiri.
2. Teater sebagai Media Ekspresi
Teater merupakan salah satu bentuk seni. Jika seni musik menekankan pada suara, seni teater menekankan pada laku dan dialog. Seniman teater akan mengekspresikan seninya dalam bentuk gerakan tubuh dan ucapan-ucapan.
3. Teater Berfungsi sebagai Sarana Hiburan
Pengertian teater dapat berhubungan dengan tempat, tetapi dapat juga berhubungan dengan kegiatan pertunjukan. Teater dibutuhkan oleh lingkungan masyarakat untuk hiburan. Oleh karena itu, teater perlu dipersiapkan dengan baik sehigga jika dipentaskan, penonton akan merasa terhibur.
4. Teater sebagai Media Pendidikan
Teater adalah seni kolektif, artinya teater tidak bisa dikerjakan oleh satu orang, tetapi harus dikerjakan oleh banyak orang. Lewat teater, orang akan diajak untuk berorganisasi dan bekerjasama. Jika dipentaskan, teater akan memberikan pesan-pesan kepada penonton. Melalui cerita, penonton tidak terasa dididik untuk mengerti kebaikan dan kejahatan.
FUNGSI TEATER LAINNYA :
1. Pemanggil
kekuatan gaib
2. Menjemput
roh-roh pelindung untuk hadir ditempat terselenggaranya pertunjukan
3. Memanggil
roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat.
4.
Peringatan pada nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan maupun
kepahlawanannya.
5. Pelengkap
Upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang.
6. Pelengkap
upacara untuk saat-saat tertentu dalam siklus waktu.
7. sebagai
media hiburan. Ciri-ciri umum teater rakyat diantaranya :
1. Cerita
tanpa naskah dan digarap berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng, mitologi atau
kehidupan sehari-hari.
2. Penyajian
dengan dialog, tarian dan nyanyian
3. Unsur
lawakan selalu muncul
4. Nilai dan
laku dramatik dilakukan secara spontan dan dalam satu adegan terdapat dua unsur
emosi sekaligus yaitu tertawa dan menangis.
5.
Pertunjukan mempergunakan tetabuhan atau musik tradisional
6. Penonton
mengikuti pertunjukan secara santai dan akrab bahkan terlibat dalam pertunjukan
dengan berdialog langsung dengan pemain.
7.
Mempergunakan bahasa daerah.
8. Tempat
Pertunjukan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton)
MANFAAT TEATER :
1.
Membentuk Kepribadian dan Perwatakan Pelakunya.
2.
Memupuk Kepercayaan pada diri sendiri Guna menuju pada Kemandirian Hidup
3.
Belajar Bekerjasama dengan Orang Lain
4.
Belajar Bekerja secara Kolektif
5.
Memupuk Ketrampilan dalam menggunakan Bahasa Indonesia
6.
Memupuk Ketrampilan dalam Mengutarakan Pikiran, Ide/Gagasan yang didahului
dengan melakukan Observasi / Pengamatan / Penelitian.
7.
Mengembangkan Kepekaan Rasa Keindahan (Apresiasi Estetik)
8.
Menghargai (Mengapresiasi) Hasil Karya Seni
9.
Belajar Berorganisasi dan Memimpin Kegiatan
10. Belajar Menjadi Manajer (Pemimpin)
7. MAKSUD
DAN TUJUAN PENDIDIKAN TEATER
Tujuan Utama Pendidikan Seni TEATER
dalam Lingkungan Pendidikan Formal adalah “Untuk memberikan Bekal Pengalaman ESTETIS sebagai
Imbangan Pengetahuan INTELEKTUALITAS yang diperolehnya sehingga mereka akan
tumbuh menjadi Pribadi yang utuh kelak dikemudian hari.”
Dengan pengalaman ESTETIS dalam pelajaran Seni Teater tersebut akan
membantu mempertajam Kepekaan Rasa Estetisnya siswa sehingga mereka mampu
meningkatkan hakekat manusiawinya sebagai suatu Pribadi yang mandiri.
Selain itu Tujuan
Pendidikan Seni Teater adalah “Melatih Para Siswa dalam Kebersamaan suatu Kegiatan dengan
Kegiatan lainnya sehingga Kreativitas masing-masing Individunya akan muncul
dengan sendirinya dalam Kegiatan tersebut.”
Sedangkan Kreatifitas itu sendiri adalah suatu Proses untuk memecahkan
masalah dengan jawaban yang didasarkan pada Pengalaman, Pengetahuan dan
Pemahaman para Pelakunya sendiri. Jadi Pengetahuan Seni TEATER dan Ketrampilan
Tekhnis Seni TEATER adalah Sarana untuk meningkatkan Kadar “Kepekaan Terhadap
Rasa Keindahan dalam diri Siswa.”
Tujuan Pendidikan Seni Teater yang tersusun dalam KURIKULUM Pendidikan
Kesenian adalah :
1.
Siswa Mampu memiliki Pengetahuan dan Pengertian Dasar Lanjutan tentang
Kesenian serta dapat memperkembangkan Pengetahuan dan Pengertian dikemudian
hari.
2. Siswa dapat memiliki, mengagumi dan mempunyai APRESIASI serta ORIENTASI
tentang Karya Seni di Indonesia.
3. Siswa Mampu
memiliki Ketrampilan dalam Bidang Seni sesuai Perkembangannnya dalam Peradaban
Manusia.
Sedangkan Tujuan INSTRUKSIONALNYA adalah
:
1.
Siswa mengenal TEATER dan Karya Sastra dalam Bentuk Lakon.
2.
Siswa Mengenal Perkembangan Seni Drama/Teater di Indonesia.
3.
Siswa dapat Mengenal Bentuk Drama.
4.
Siswa Memiliki Kepekaan terhadap Unsur-Unsur Keindahan dalam Seni teater
yang diambil dari Unsur-Unsur Keindahan Alam Semesta Ciptaan Allah SWT.
5.
Siswa dapat berpartisipasi Aktif dalam Proses Penciptaan TEATER.
6.
Siswa dapat Mengenal, Memahami, Menguasai Ketrampilan, Menikmati,
Mengetahui Perkembangan dan Mampu Memahami Hakekat Seni yang sesungguhnya.
Dan Tujuan INSTRUKSIONAL UMUM
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Siswa Mengenal dan Memahami,
2.
Siswa Menguasai Ketrampilan,
3.
Siswa Mampu menikmati,
4.
Siswa Mengetahui Perkembangan,
5. Siswa Memahami Hakekat Seni yang Sesungguhnya.
7.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar